PENYAKIT AKIBAT KERJA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut WHO akses terhadap pelayanan kesehatan kerja yang
memadai di Negara berkembang 5 – 10 % pekerja sedangkan di Negara industri 20 –
50 % pekerja. Data mengenai penyakit akibat kerja yang ada hanya bagian
dari puncak gunung es.
Mayoritas pekerja di negara-negara Asia
belum memiliki sistem yang baik untuk menjamin hak pekerjanya, terutama
mengenai perlindungan penyakit akibat kerja. (Jaringan Kerja Asia untuk Kecelakaan Kerja dan Kesehatan
Kerja)
Di Indonesia, pengelola asuransi tenaga kerja baru memberikan
perlindungan untuk kecelakaan saat bekerja, tapi tidak satu pun kompensasi yang
tercatat ditujukan bagi pekerja yang sakit akibat pekerjaannya.
Menurut Keppres RI 22.1993 ada 31 penyakit karena hubungan
kerja. Di antaranya, penyakit-penyakit yang bisa diderita karena bersentuhan
dengan Bahan Berbahaya Beracun. Namun, tidak pernah ada catatan resmi
pemerintah mengenai korban penyakit semacam itu.
Data Organisasi Buruh Internasional (ILO) yang
menyebutkan ada 1,1 juta orang di Asia yang meninggal karena penyakit akibat
kerja. Dimana 300.000 kematian adalah akibat 250 juta kecelakaan yang terjadi
dan 160 juta penyakit akibat hubungan kerja/tahun.
Penyakit akibat kerja diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi No Per-01/MEN/1981 tertanggal 4 April 1981 tentang
Kewajiban melaporkan penyakit akibat kerja.
BAB II
POKOK BAHASAN
2.1
Definisi PAK
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan, alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian
Penyakit Akibat Kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made
disease.
Dalam melakukan pekerjaan apapun, sebenarnya kita berisiko
untuk mendapatkan gangguan Kesehatan atau penyakit yang ditimbulkan oleh
penyakit tersebut.Oleh karena itu , penyakit akibat kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan,alat kerja , bahan , proses maupun lingkungan kerja
Pada simposium internasional mengenai penyakit akibat
hubungan pekerjaan yang diselenggarakan oleh ILO (International Labour
Organization) di Linz, Austria, dihasilkan definisi menyangkut PAK sebagai
berikut:
a.
Penyakit Akibat Kerja
– Occupational Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen
penyebab yang sudah diakui.
b.
Penyakit yang
Berhubungan dengan Pekerjaan – Work Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa
agen penyebab, dimana faktor pekerjaan memegang peranan bersama dengan faktor
risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi kompleks.
c.
Penyakit yang
Mengenai Populasi Kerja – Disease of Fecting Working Populations adalah penyakit yang terjadi pada
populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat
diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan
Menurut Cherry, 1999 “ An occupational disease may be
defined simply as one that is caused , or made worse , by exposure at work..
Di sini menggambarkan bahwa secara sederhana sesuatu yang disebabkan , atau
diperburuk , oleh pajanan di tempat kerja . Atau , “ An occupational disease
is health problem caused by exposure to a workplace hazard ” ( Workplace
Safety and Insurance Board, 2005 ), Sedangkan dari definisi kedua tersebut,
penyakit akibat kerja adalah suatu masalah Kesehatan yang disebabkan oleh
pajanan berbahaya di tempat kerja.
Dalam
hal ini , pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place Safety and
Insurance Board ( 2005 ) antara lain :
- Debu , gas , atau asap
- Suara / kebisingan ( noise )
- Bahan toksik ( racun )
- Getaran ( vibration )
- Radiasi
- Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
- Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrem
Menurut Keputusan Presiden Nomor 22 tahun 1993
tertanggal 27 Februari 1993, Penyakit yang timbul akibat hubungan kerja adalah
penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (pasal 1).
Keputusan Presiden tersebut melampirkan Daftar Penyakit yang diantaranya yang
berkaitan dengan pulmonologi termasuk pneumokoniosis dan silikotuberkulosis,
penyakit paru dan saluran nafas akibat debu logam keras, penyakit paru dan
saluran nafas akibat debu kapas, vals, henep dan sisal (bissinosis), asma
akibat kerja, dan alveolitis alergika.
Pasal 2 Keputusan Presiden tersebut menyatakan bahwa mereka
yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak memperoleh
jaminan kecelakaan kerja.
Keputusan Presiden tersebut merujuk kepada Undang-Undang RI
No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang pasal 1 nya
menyatakan bahwa kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi
berhubung dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yg timbul karena hub kerja,
demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah
menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yg biasa atau wajar
dilalui.
2.2
Klasifikasi PAK
Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau
sekelompok pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja.
Ada 31 jenis penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit akibat kerja (lihat
Lampiran).
WHO membedakan empat kategori Penyakit Akibat Kerja, yaitu:
- Penyakit yang hanya disebabkan oleh pekerjaan, misalnya Pneumoconiosis.
- Penyakit yang salah satu penyebabnya adalah pekerjaan, misalnya Karsinoma Bronkhogenik.
- Penyakit dengan pekerjaan merupakan salah satu penyebab di antara faktor-faktor penyebab lainnya, misalnya Bronkhitis khronis.
- Penyakit dimana pekerjaan memperberat suatu kondisi yang sudah ada sebelumnya, misalnya asma.
Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak
dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu:
- Penyakit Silikosis
Silikosis
adalah suatu penyakit saluran pernafasan akibat menghirup debu silika, yang
menyebabkan peradangan dan pembentukan jaringan parut pada paru-paru.
PENYEBAB
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama beberapa tahun.
Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:
- buruh tambang logam
- pekerja pemotong batu dan granit
- pekerja pengecoran logam
- pembuat tembikar.
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru.
Pada awalnya, daerah parut ini hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler simplek). Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis konglomerata).
Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita mengalami gangguan pernafasan.
PENYEBAB
Silikosis terjadi pada orang-orang yang telah menghirup debu silika selama beberapa tahun.
Silika adalah unsur utama dari pasir, sehingga pemaparan biasanya terjadi pada:
- buruh tambang logam
- pekerja pemotong batu dan granit
- pekerja pengecoran logam
- pembuat tembikar.
Biasanya gejala timbul setelah pemaparan selama 20-30 tahun. Tetapi pada peledakan pasir, pembuatan terowogan dan pembuatan alat pengampelas sabun, dimana kadar silika yang dihasilkan sangat tinggi, gejala dapat timbul dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Bila terhirup, serbuk silika masuk ke paru-paru dan sel pembersih (misalnya makrofag) akan mencernanya. Enzim yang dihasilkan oleh sel pembersih menyebabkan terbentuknya jaringan parut pada paru-paru.
Pada awalnya, daerah parut ini hanya merupakan bungkahan bulat yang tipis (silikosis noduler simplek). Akhirnya, mereka bergabung menjadi massa yang besar (silikosis konglomerata).
Daerah parut ini tidak dapat mengalirkan oksigen ke dalam darah secara normal. Paru-paru menjadi kurang lentur dan penderita mengalami gangguan pernafasan.
PENCEGAHAN
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis.
Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini.
Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
Pengawasan terhadap di lingkungan kerja dapat membantu mencegah terjadinya silikosis.
Jika debu tidak dapat dikontrol, (seperti halnya dalam industri peledakan), maka pekerja harus memakai peralatan yang memberikan udara bersih atau sungkup
Pekerja yang terpapar silika, harus menjalani foto rontgen dada secara rutin. Untuk pekerja peledak pasir setiap 6 bulan dan untuk pekerja lainnya setiap 2-5 tahun, sehingga penyakit ini dapat diketahui secara dini.
Jika foto rontgen menunjukkan silikosis, dianjurkan untuk menghindari pemaparan terhadap silika.
Penyakit Silikosis disebabkan juga oleh pencemaran debu
silika bebas, berupa SiO2 yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian
mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja,
keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir,
menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat
di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar
juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika
akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya,
seperti debu alumina, oksida besi dan karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam
paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi
ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak,
apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru
dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang
disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada
silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada
pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati.
Bila penyakit silicosis sudah berat
maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi
jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk
tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum
ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti
dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk
kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis,
astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan
penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama
bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit
pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.
- Penyakit Asbestosis
Asbestosis adalah suatu
penyakit saluran pernafasan yang terjadi akibat menghirup serat-serat asbes,
dimana pada paru-paru terbentuk jaringan parut yang luas. Asbestos terdiri dari
serat silikat mineral dengan komposisi kimiawi yang berbeda. Jika terhisap,
serat asbes mengendap di dalam dalam paru-paru, menyebabkan parut. Menghirup
asbes juga dapat menyebabkan penebalan pleura (selaput
yang melapisi paru-paru).
PENYEBAB
Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut (fibrosis) di dalam paru-paru. Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya pemaparan dan jumlah serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh asbes diantaranya:
Menghirup serat asbes bisa menyebabkan terbentuknya jaringan parut (fibrosis) di dalam paru-paru. Jaringan paru-paru yang membentuk fibrosis tidak dapat mengembang dan mengempis sebagaimana mestinya. Beratnya penyakit tergantung kepada lamanya pemaparan dan jumlah serat yang terhirup. Pemaparan asbes bisa ditemukan di industri pertambangan dan penggilingan, konstruksi dan industri lainnya. Pemaparan pada keluarga pekerja asbes juga bisa terjadi dari partikel yang terbawa ke rumah di dalam pakaian pekerja.
Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh asbes diantaranya:
- Plak pleura (kalsifikasi)
- Mesotelioma maligna
- Efusi pleura.
Mesotelioma bisa timbul
dalam waktu 20-40 tahun setelah pemaparan. Merokok sigaret menyebabkan
meningkatnya resiko terjadinya penyakit akibat asbes. Angka kejadiannya adalah
sebesar 4 diantara 10.000 orang.
PENCEGAHAN
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di lingkungan kerja. Karena industri yang menggunakan asbes sudah melakukan kontrol debu, sekarang ini lebih sedikit yang menderita asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun lalu. Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok.
Asbestosis dapat dicegah dengan mengurangi kadar serat dan debu asbes di lingkungan kerja. Karena industri yang menggunakan asbes sudah melakukan kontrol debu, sekarang ini lebih sedikit yang menderita asbestosis, tetapi mesotelioma masih terjadi pada orang yang pernah terpapar 40 tahun lalu. Untuk mengurangi resiko terjadinya kanker paru-paru, kepada para pekerja yang berhubungan dengan asbes, dianjurkan untuk berhenti merokok.
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang
disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah
campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah
Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam
paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai
dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar.
Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu
asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan
kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan
lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
- Penyakit Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit
pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas
ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan
dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau
tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain
sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup
lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa
sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal
kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan
gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit
tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin
juga disertai dengan emphysema.
- Penyakit Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit
saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur
besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta
pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4
tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit
pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa
sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat
maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila
hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis
ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan
penyakit tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan
debu batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi
berat, dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat
bila disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya
kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada
silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara
antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber
penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah
dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat
dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya
debu batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang
menyerang paru-paru.
- Penyakit Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam
berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk
halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut
dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan pneumonitis yang ditandai
dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak napas. Penyakit beriliosis
dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang menggunakan logam campuran
berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen, pabrik pembuatan tabung radio
dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang banyak menggunakan
seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga menyebabkan penyakit
beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut juga
dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah
berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima
tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung
debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini
ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas.
Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang
terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu
dilaksanakan terus – menerus.
Adapun beberapa penyakit akibat kerja,
antara lain:
- Penyakit Saluran Pernafasan
PAK pada saluran pernafasan dapat
bersifat akut maupun kronis. Akut misalnya asma akibat kerja. Sering
didiagnosis sebagai tracheobronchitis akut atau karena virus. Kronis, missal:
asbestosis. Seperti gejala Chronic
Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Edema paru akut. Dapat disebabkan
oleh bahan kimia seperti nitrogen oksida.
- Penyakit Kulit
Pada umumnya tidak spesifik,
menyusahkan, tidak mengancam kehidupan, kadang sembuh sendiri. Dermatitis kontak
yang dilaporkan, 90% merupakan penyakit kulit yang berhubungan dengan
pekerjaan. Penting riwayat pekerjaan dalam mengidentifikasi iritan yang
merupakan penyebab, membuat peka atau karena faktor lain.
- Kerusakan Pendengaran
Banyak kasus gangguan pendengaran
menunjukan akibat pajanan kebisingan yang lama, ada beberapa kasus bukan karena
pekerjaan. Riwayat pekerjaan secara detail sebaiknya didapatkan dari setiap
orang dengan gangguan pendengaran. Dibuat rekomendasi tentang pencegahan
terjadinya hilangnya pendengaran.
- Gejala pada Punggung dan Sendi
Tidak ada tes atau prosedur yang dapat
membedakan penyakit pada punggung yang berhubungan dengan pekerjaan daripada
yang tidak berhubungan dengan pekerjaan. Penentuan kemungkinan bergantung pada
riwayat pekerjaan. Artritis dan tenosynovitis disebabkan oleh gerakan berulang
yang tidak wajar.
- Kanker
Adanya presentase yang signifikan
menunjukan kasus Kanker yang disebabkan oleh pajanan di tempat kerja. Bukti
bahwa bahan di tempat kerja, karsinogen sering kali didapat dari laporan klinis
individu dari pada studi epidemiologi. Pada Kanker pajanan untuk terjadinya
karsinogen mulai > 20 tahun sebelum diagnosis.
- Coronary Artery Disease
Oleh karena stres atau Carbon Monoksida
dan bahan kimia lain di tempat kerja.
- Penyakit Liver
Sering di diagnosis sebagai penyakit
liver oleh karena hepatitis virus atau sirosis karena alkohol. Penting riwayat
tentang pekerjaan, serta bahan toksik yang ada.
- Masalah Neuropsikiatrik
Masalah neuropsikiatrik yang
berhubungan dengan tempat kerja sering diabaikan. Neuro pati perifer, sering
dikaitkan dengan diabet, pemakaian alkohol atau tidak diketahui penyebabnya,
depresi SSP oleh karena penyalahgunaan zat-zat atau masalah psikiatri. Kelakuan
yang tidak baik mungkin merupakan gejala awal dari stres yang berhubungan
dengan pekerjaan. Lebih dari 100 bahan kimia (a.I solven) dapat menyebabkan
depresi SSP. Beberapa neurotoksin (termasuk arsen, timah, merkuri, methyl,
butyl ketone) dapat menyebabkan neuropati perifer. Carbon disulfide dapat
menyebabkan gejala seperti psikosis.
- Penyakit yang Tidak Diketahui Sebabnya
Alergi dan gangguan kecemasan mungkin berhubungan dengan
bahan kimia atau lingkungan. Sick building syndrome. Multiple
Chemical Sensitivities (MCS), mis: parfum, derivate petroleum, rokok.
2.3
Faktor Penyebab PAK
Faktor penyebab Penyakit Akibat Kerja sangat banyak,
tergantung pada bahan yang digunakan dalam proses kerja, lingkungan kerja ataupun
cara kerja. Pada umumnya faktor penyebab dapat dikelompokkan dalam 5 golongan:
- Golongan fisik
Di
lihat dari golongan fisik penyakit akibat kerja dapat di sebabkan oleh, antara
lain :
1)
Suara
Kebisingan
yang tinggi pada daerah diatas ambang batas (85 dB untuk 8 jam kerja) ditempat
kerja akan menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran.
2)
Suhu
Temperatur
yang sangat tinggi akan menyebabkan heat stoke/exhaust, sedangkan
temperature yang sangat rendah akan menimbulkan frostbite (luka dan kulit
melepuh) dan chilblain (rasa nyeri pada tangan dan kaki).
3)
Radiasi Elektromagnetik
Menyebabkan
ganguan pada jaringan kulit (lapisan teratas, tengah dan bawaah).
4)
Tekanan Udara
Tekanan
udara yang bertambah atau berkurang dari 1 atm akan menimbulkan penyakit
dekompresi.
5)
Penerangan (illumination)
Penerangan
yang tidak mencukupi standar akan menggangu penglihatan dan mata, cepat lelah
ketika membaca dan menulis dan cepat rabun.
6)
Getaran (vibration)
Pengaruh
dari suatu getaran terhadap tubuh akan mempengaruhi system syaraf sentral.
Gejala yang timbul, tangan dan kaki kehilangan rasa dan juga gangguan terhadap
pendengaran karena kebisingan (>85dB).
7)
Ventilasi
Pengaruh
dari ventilasi yang jelek (buruk) akan menimbulkan penyakit berasal dari
bahan-bahan kimia, debu dari bahan isolasi, asap dari pengelasan, dan
lain-lain. Pekerja akan menderita penyakit infeksi saluran
pernapasan, keracunan, bahan kimia berbahaya, alergi kulit, mata dan lain-lain.
Tetmperatur ruangan yang bertambah panas akan mengakibatkan cepat letih/lelah.
- Golongan kimiawi
Bahan
kimiawi yang digunakan dalam proses kerja, maupun yang terdapat dalam
lingkungan kerja, dapat berbentuk debu, uap, gas, larutan, awan atau kabut.
- Golongan biologis
Penyebabnya: virus, bakteri, jamur, serangga, parasit,
cacing dan binatang. Lingkungan kerja yang tidak bersih dan makanan yang
dikonsumsi tidak sehat akan menyebabkan penyakit tersebut.
- Golongan fisiologis
Biasanya disebabkan oleh penataan tempat kerja atau cara
kerja desain tempat kerja, beban kerja dan malposisi sewaktu bekerja (Myalgia,
backache atau cedera punggung)
- Golongan psikososial
Lingkungan kerja yang mengakibatkan stress, monotoni
kerja, tuntutan pekerjaan, hubungan kerja yang kurang baik, upah tidak sesuai,
tempat kerja yang terpencil dan jaminan masa depan yang meragukan.
2.4
Diagnogsa PAK
Untuk dapat mendiagnosis Penyakit
Akibat Kerja pada individu perlu dilakukan suatu pendekatan sistematis untuk
mendapatkan informasi yang diperlukan dan menginterpretasinya secara tepat.
Pendekatan tersebut dapat disusun
menjadi 7 langkah yang dapat digunakan sebagai pedoman:
- Tentukan Diagnosis klinisnya
Diagnosis klinis harus dapat ditegakkan terlebih dahulu,
dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas penunjang yang ada, seperti umumnya
dilakukan untuk mendiagnosis suatu penyakit. Setelah diagnosis klinik
ditegakkan baru dapat dipikirkan lebih lanjut apakah penyakit tersebut
berhubungan dengan pekerjaan atau tidak.
- Tentukan pajanan yang dialami oleh tenaga kerja selama ini
Pengetahuan mengenai pajanan yang dialami oleh seorang
tenaga kerja adalah esensial untuk dapat menghubungkan suatu penyakit dengan
pekerjaannya. Untuk ini perlu dilakukan anamnesis mengenai riwayat
pekerjaannya secara cermat dan teliti, yang mencakup:
Penjelasan mengenai semua pekerjaan yang telah dilakukan oleh penderita
secara khronologis
Lamanya melakukan masing-masing pekerjaan
Bahan yang diproduksi
Materi (bahan baku) yang digunakan
Jumlah pajanannya
Pemakaian alat perlindungan diri (masker)
Pola waktu terjadinya gejala
Informasi mengenai tenaga kerja lain (apakah ada yang mengalami gejala
serupa)
Informasi tertulis yang ada mengenai bahan-bahan yang digunakan (MSDS,
label, dan sebagainya)
- Tentukan apakah pajanan tersebut memang dapat menyebabkan penyakit tersebut
Apakah terdapat bukti-bukti ilmiah
dalam kepustakaan yang mendukung pendapat bahwa pajanan yang dialami
menyebabkan penyakit yang diderita. Jika dalam kepustakaan tidak ditemukan
adanya dasar ilmiah yang menyatakan hal tersebut di atas, maka tidak dapat
ditegakkan diagnosa penyakit akibat kerja. Jika dalam kepustakaan ada yang
mendukung, perlu dipelajari lebih lanjut secara khusus mengenai pajanan
sehingga dapat menyebabkan penyakit yang diderita (konsentrasi, jumlah, lama,
dan sebagainya).
d.
Tentukan apakah jumlah pajanan yang dialami cukup besar untuk dapat
mengakibatkan penyakit tersebut
Jika penyakit yang diderita hanya dapat terjadi pada
keadaan pajanan tertentu, maka pajanan yang dialami pasien di tempat kerja
menjadi penting untuk diteliti lebih lanjut dan membandingkannya dengan
kepustakaan yang ada untuk dapat menentukan diagnosis penyakit akibat kerja.
e.
Tentukan apakah ada faktor-faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi
Apakah ada keterangan dari riwayat penyakit maupun
riwayat pekerjaannya, yang dapat mengubah keadaan pajanannya, misalnya
penggunaan APD, riwayat adanya pajanan serupa sebelumnya sehingga risikonya
meningkat. Apakah pasien mempunyai riwayat kesehatan (riwayat keluarga) yang
mengakibatkan penderita lebih rentan/lebih sensitif terhadap pajanan yang
dialami.
f.
Cari adanya kemungkinan lain yang dapat merupakan penyebab penyakit
Apakah ada faktor lain yang dapat merupakan penyebab
penyakit? Apakah penderita mengalami pajanan lain yang diketahui dapat
merupakan penyebab penyakit. Meskipun demikian, adanya penyebab lain tidak
selalu dapat digunakan untuk menyingkirkan penyebab di tempat kerja.
- Buat keputusan apakah penyakit tersebut disebabkan oleh pekerjaannya
Sesudah menerapkan ke enam langkah di atas perlu dibuat
suatu keputusan berdasarkan informasi yang telah didapat yang memiliki dasar
ilmiah. Seperti telah disebutkan sebelumnya, tidak selalu pekerjaan merupakan
penyebab langsung suatu penyakit, kadang-kadang pekerjaan hanya memperberat
suatu kondisi yang telah ada sebelumnya. Hal ini perlu dibedakan pada waktu
menegakkan diagnosis. Suatu pekerjaan/pajanan dinyatakan sebagai penyebab suatu
penyakit apabila tanpa melakukan pekerjaan atau tanpa adanya pajanan tertentu,
pasien tidak akan menderita penyakit tersebut pada saat ini.
Sedangkan pekerjaan dinyatakan
memperberat suatu keadaan apabila penyakit telah ada atau timbul pada waktu
yang sama tanpa tergantung pekerjaannya, tetapi pekerjaannya/ pajanannya
memperberat/ mempercepat timbulnya penyakit.
2.5 Pencegahan PAK
Pengurus perusahaan harus selalu
mewaspadai adanya ancaman akibat kerja terhadap pekerjaannya. Kewaspadaan
tersebut bisa berupa :
a)
Melakukan pencegahan terhadap timbulnya penyakit
b)
Melakukan deteksi dini terhadap ganguan kesehatan
c)
Melindungi tenaga kerja dengan mengikuti program jaminan sosial tenaga
kerja seperti yang di atur oleh UU RI No.3 Tahun 1992.
Mengetahui keadaan pekerjaan dan
kondisinya dapat menjadi salah satu pencegahan terhadap PAK. Beberapa tips
dalam mencegah PAK, diantaranya:
a)
Pakailah APD secara benar dan teratur
b)
Kenali risiko
pekerjaan dan cegah supaya tidak terjadi lebih lanjut.
c)
Segera akses tempat
kesehatan terdekat apabila terjadi luka yang berkelanjutan.
Selain itu terdapat juga beberapa pencegahan lain yang dapat
ditempuh agar bekerja bukan menjadi lahan untuk menuai penyakit. Hal tersebut
berdasarkan Buku Pengantar Penyakit Akibat Kerja, diantaranya:
a.
Pencegahan Primer – Health
Promotion
1)
Perilaku Kesehatan
2)
Faktor bahaya di tempat kerja
3)
Perilaku kerja yang
baik
4)
Olahraga
5)
Gizi seimbang
b.
Pencegahan Sekunder –
Specifict Protection
1)
Pengendalian melalui
perundang-undangan
2)
Pengendalian
administrative/organisasi: rotasi/pembatasan jam kerja
3)
Pengendalian teknis: subtitusi, isolasi, ventilasi, alat pelindung diri
(APD)
4)
Pengendalian jalur kesehatan:
imunisasi
c.
Pencegahan Tersier
Early Diagnosis and Prompt Treatment
1)
Pemeriksaan kesehatan
pra-kerja
2)
Pemeriksaan kesehatan
berkala
3)
Surveilans
4)
Pemeriksaan lingkungan secara berkala
5)
Pengobatan segera bila ditemukan gangguan pada pekerja
6)
Pengendalian segera di tempat kerja
Kondisi fisik sehat dan kuat sangat
dibutuhkan dalam bekerja, namun dengan bekerja benar teratur bukan berarti
dapat mencegah kesehatan kita terganggu. Kepedulian dan kesadaran akan jenis
pekerjaan juga kondisi pekerjaan dapat menghalau sumber penyakit menyerang.
Dengan didukung perusahaan yang sadar kesehatan, maka kantor pun akan
benar-benar menjadi lahan menuai hasil bukanlah penyakit.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari uraian makalah diatas maka saya
dapat memberikan kesimpulan, antara lain:
- Penyakit akibat kerja dapat di gambarkan seperti fenomena ”gunung es”, karena data mengenai penyakit akibat kerja yang ada (dilaporkan) hanya bagian dari puncak gunung es.
- Dalam melakukan tugasnya di perusahaan seseorang atau sekelompok pekerja berisiko mendapatkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Ada 31 jenis penyakit yang termasuk dalam golongan penyakit akibat kerja.
3.2
Saran
Bagi pengurus perusahaan harus selalu
mewaspadai adanya ancaman penyakit akibat kerja.
DAFTAR PUSTAKA
Djojodibroto,Darmanto, Kesehatan kerja di perusahaan, Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama , 1999.
Direktorat Bina Kesehatan Kerja Depkes RI. 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar