Sel darah merah manusia
Sel darah
merah, eritrosit (en:red blood cell, RBC,
erythrocyte)[1] adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi
membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah
dalam hewan bertulang
belakang. Bagian
dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat
oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat
eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri
berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel
darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120
hari sebelum akhirnya dihancurkan.[2]
Sel darah merah
atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa Yunani, yaitu erythros
berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel)
Eritrosit Vertebrata
Eritrosit secara umum terdiri dari hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung secara temporer dengan
molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian molekul oksigen ini akan di
lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membran sel
darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan
seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir
keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa dalam bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan hemoglobin,
berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot.[3]
Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada hemoglobin.
Sedangkan cairan plasma darah sendiri berwarna kuning kecoklatan,
tetapi eritrosit akan berubah warna tergantung pada kondisi hemoglobin. Ketika terikat pada oksigen, eritrosit
akan berwarna merah terang dan ketika oksigen dilepas maka warna erirosit akan
berwarna lebih gelap, dan akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada pembuluh darah dan kulit. Metode tekanan oksimetri mendapat
keuntungan dari perubahan warna ini dengan mengukur kejenuhan oksigen pada
darah arterial dengan memakai teknik kolorimetri.
Pengurangan jumlah oksigen yang membawa protein di beberapa sel tertentu
(daripada larut dalam cairan tubuh) adalah satu tahap penting dalam evolusi
makhluk hidup bertulang belakang (vertebratae). Proses ini menyebabkan terbentuknya
sel darah merah yang memiliki viskositas rendah, dengan kadar oksigen yang
tinggi, dan difusi oksigen yang lebih baik dari sel darah ke
jaringan tubuh. Ukuran eritrosit berbeda-beda pada tiap spesies vertebrata. Lebar eritrosit kurang lebih 25% lebih
besar daripada diameter pembuluh kapiler dan telah disimpulkan bahwa hal ini
meningkatkan pertukaran oksigen dari eritrosit dan jaringan tubuh.[4]
Vertebrata yang diketahui tidak memiliki eritrosit adalah ikan dari familia
Channichthyidae. Ikan dari familia Channichtyidae hidup di lingkungan air dingin yang
mengandung kadar oksigen yang tinggi dan oksigen secara bebas terlarut dalam
darah mereka..[5] Walaupun mereka tidak memakai hemoglobin
lagi, sisa-sisa hemoglobin dapat ditemui di genom mereka.[6]
Nukleus
Pada mamalia,
eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya, atau disebut juga
anukleat. Jika dibandingkan,
eritrosit pada sebagian besar hewan vertebrata mengandung nukleus, kecuali salamander dari genus Batrachoseps.[7]
Fungsi lain
Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit
akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan
untuk berelaksasi dan melebar.[8]
Eritrosit juga
melepaskan senyawa S-nitrosothiol
saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh
darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang
kekurangan oksigen.[9]
Eritrosit juga
berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses
lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah
merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran
sel patogen, serta membunuhnya.[10][11]
Eritrosit Mamalia
Pada awal
pembentukannya, eritrosit mamalia memiliki nuklei,
tapi nuklei tersebut akan perlahan-lahan menghilang karena tekanan saat
eritrosit menjadi dewasa untuk memberikan ruangan kepada hemoglobin. Eritrosit mamalia juga
kehilangan organel sel lainnya seperti mitokondria. Maka, eritrosit tidak pernah
memakai oksigen yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa
energi ATP lewat proses fermentasi yang diadakan dengan proses glikolisis pada glukosa yang diikuti pembuatan asam laktat. Lebih lanjut lagi bahwa eritrosit tidak memiliki reseptor insulin dan pengambilan glukosa pada eritrosit
tidak dikontrol oleh insulin. Karena tidak adanya nuklei dan organel
lainnya, eritrosit dewasa tidak mengandung DNA dan tidak dapat mensintesa RNA, dan hal ini membuat eritrosit tidak bisa
membelah atau memperbaiki diri mereka sendiri.
Eritrosit mamalia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan diberikan
tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti "barbel" jika
dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya dihilangkan)
akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh
di sekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga muat ketika masuk ke dalam pembuluh kapiler yang kecil. Eritrosit biasanya berbentuk
bundar, kecuali pada eritrosit di keluarga Camelidae (unta), yang berbentuk oval.
Pada jaringan darah yang besar, eritrosit terkadang muncul dalam tumpukan,
tersusun bersampingan. Formasi ini biasa disebut roleaux formation, dan
akan muncul lebih banyak ketika tingkat serum protein dinaikkan, seperti contoh ketika
peradangan terjadi.
Limpa berperan sebagai waduk eritrosit, tapi
hal ini dibatasi dalam tubuh manusia. Di beberapa hewan mamalia, seperti anjing dan kuda, limpa mengurangi eritrosit dalam jumlah
besar, yang akan dibuang pada keadaan bertekanan, dimana proses ini akan
menghasilkan kapasitas transpor oksigen yang tinggi.
Eritrosit pada manusia
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2
μm,
lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. [12]
Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter)
Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta
molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.
Orang dewasa memiliki 2–3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki
4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan
orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah
maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit
terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah
yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar
4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di
setiap mikroliter dalam darah manusia.
Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk
mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya
terlarut dalam plasma darah.
Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili sekitar 65% kandungan besi di
dalam tubuh manusia.[13][14]
Daur hidup
Proses dimana
eritrosit diproduksi dinamakan eritropoiesis.
Secara terus-menerus, eritrosit diproduksi di sumsum
tulang merah, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per
detik (Pada embrio, hati berperan sebagai pusat produksi
eritrosit utama). Produksi
dapat distimulasi oleh hormon eritropoietin (EPO) yang disintesa oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam
aktivitas olahraga sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamai retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari seluruh
darah yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk mendewasakan
eritrosit dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama
100-120 hari.
Polimorfisme dan kelainan
Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan (konkaf)
pada eritrosit digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang akan
mengikat oksigen. Tetapi, polimorfisme yang mengakibatkan abnormalitas pada
eritrosit dapat menyebabkan munculnya banyak penyakit. Umumnya, polimorfisme disebabkan oleh
mutasi gen pengkode hemoglobin, gen pengkode protein transmembran,
ataupun gen pengkode protein sitoskeleton. Polimorfisme yang mungkin terjadi antara
lain adalah anemia sel sabit, Duffy negatif, Glucose-6-phosphatase
deficiency (defisiensi G6PD), talasemia, kelainan glikoporin, dan South-East Asian Ovalocytosis (SAO).[15]
- ^ John W. Kimball's Biology pages - Blood. Diakses pada 14 Februari 2010
- ^ Laura Dean. Blood Groups and Red Cell Antigens
Tidak ada komentar:
Posting Komentar