Keberhasilan seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan
ditentukan oleh kemampuannya dalam mensintesa dan mengaplikasikan berbagai
ilmu, konsep dan teori ke dalam bentuk asuhan keperawatan. Bentuk asuhan
keperawatan yang diberikan kepada klien dipengaruhi oleh model keperawatan yang
dipilihnya. Model keperawatan memberikan arah kepada perawat dalam
menyelesaikan masalah kesehatan klien. Pendekatan proses keperawatan digunakan
sebagai metodologi pemecahan masalah secara ilmiah yang mencirikan keperawatan
yang diberikan adalah keperawatan yang bersifat profesional.
Manfaat penerapan model konseptual dan teori-teori keperawatan dalam
praktek keperawatan adalah menolong perawat memahami perilaku keperawatan dan
perilaku klien serta membantu perawat memperkirakan kebutuhan klien dan
perilaku yang diharapkan (Sherwen, Scoloveno & Weingarten, 1999).
Model Konseptual Adaptasi Roy
Berdasarkan
model konseptual Adaptasi Roy, manusia dipandang sebagai sistem adaptif yang
mempunyai kemampuan berespon terhadap stimulus apapun, baik yang berasal dari
lingkungan internal mapun eksternal untuk mencapai kondisi sehat yang optimal
(Roy, 1991; Aligood & Tomey, 2002). Rentang respon seseorang sangat unik,
tingkat adaptasi seseorang berubah secara konstan. Respon perilaku ditampakkan
dapat berupa perilaku adaptif atau perilaku tidak efektif.
Perilaku
adaptif merupakan respon perilaku yang dapat meningkatkan integritas seseorang
yaitu mampu untuk mencapai tujuan dalam bertahan hidup, tumbuh, bereproduksi
dan memiliki keunggulan. Sedangkan perilaku yang tidak efektif adalah respon
perilaku yang tidak mendukung tujuan tersebut.
Roy
(1991) mengklasifikasikan stimulus ke dalam tiga kategori yaitu stimulus fokal, kentekstual dan residual.
Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung menyebabkan terjadinya
gangguan. Stimulus kontekstual yaitu stimulus yang mempengaruhi terjadinya
stimulus fokal. Stimulus residual yaitu stimulus yang mempengaruhi terjadinya
stimulus fokal dan kontekstual.
Stimulus
fokal, kontekstual dan residual merupakan stressor yang mempengaruhi tingkat
adaptasi. Kemampuan adaptasi dipengaruhi oleh mekanisme koping. Mekanisme
koping merupakan mekanisme regulator (kimia, neural atau endokrin) dan kognator
(persepsi atau proses informasi, pernyataan dan emosi) yang bekerja
bersama-sama untuk mempertahankan integritas seseorang. Sebagai hasil dari
respon mekanisme regulator dan kognator, Roy
mengidentifikasi empat cara adaptasi sebagai mekanisme koping yaitu fisiologik,
konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
Secara
jelas teori Adaptasi dari Roy
dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
Skema 3.2
Sistem Adaptasi Roy
Stimulus
:
1. Fokal
2. Kontekstual
3. Residual
|
Mekanisme
koping :
o
Regulator
o
Kognator
|
1. Fisiologi
2. Konsep diri
3. Fungsi peran
4. Interdependensi
|
Respon
adaptif
|
Input Proses Efektor Output
Respon
tidak efektif
|
Feedback
Sumber : Tomey & Aligood, 1998
Aplikasi
model adaptasi Roy
dalam proses keperawatan meliputi pengkajian perilaku, pengkajian stimulus, diagnosis
keperawatan, penetapan tujuan, intervensi dan evaluasi
Model Konseptual Self Care Orem
Orem (2001) menjelaskan teori self care adalah suatu kondisi yang membutuhkan bantuan perawat.
Pada orang dewasa terlihat dengan tidak adanya kemampuan menjaga kualitas dan
kuantitas self care yang terapeutik
secara terus menerus dalam mempertahankan kehidupan dan kesehatan, kesembuhan
dari penyakit atau koping dari efek penyakitnya.
Tujuan dari penerapan model konseptual Orem adalah membantu klien
memenuhi kebutuhan self care. Menurut
Orem, keperawatan dibutuhkan ketika klien tidak dapat memenuhi kebutuhan
biologi, psikologi, perkembangan dan kebutuhan sosial. Perawat menentukan mengapa
klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya, apa yang dapat dilakukan untuk
memenuhi kebutuhan klien dan seberapa banyak self care dapat dilaksanakan. Tujuan akhir dari keperawatan adalah
meningkatkan kemampuan klien untuk mandiri dalam memenuhi kebutuhannya (Potter
& Perry, 1997).
Beberapa konsep sentral dari Teori Self Care Orem adalah : self care, self care agency,
Therapeutik self care demand, self
care agency, self care deficit dan nursing
agency. Therapeutik self care demand adalah kebutuhan individu sesuai
kondisinya, dimana individu akan berusaha melakukan sesuatu sesuai kemampuan
dalam memenuhi kebutuhan akan self care.
Sedangkan self care agency adalah
kemampuan yang dimiliki oleh individu dalam kondisi normal untuk melakukan
perawatan mandiri. Self care deficit adalah
berkurangnya kemampuan individu untuk memenuhi kebutuhan self care sehingga dibutuhkan nursing
agency. Nursing agency adalah
upaya yang dilakukan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan individu
tersebut yang dapat dilakukan dengan
cara mengenal kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan melatih kemampuan klien
(Tomey & Aligood, 1998; Horan, 2004).
Berikut ini akan digambarkan hubungan berbagai
konsep dalam model konseptual Self Care Orem.
Skema
3.3 Hubungan Konsep Self Care Orem
Self care
Agency
|
Self Care
Demands
|
Deficit
|
Nursing
Agency
|
Self Care
|
Self care
Agency
|
Self Care
Demands
|
Deficit
|
Nursing
Agency
|
Self Care
|
Conditioning R R Conditioning
Factor
R
Factor
R R
Conditoning
Factor
Sumber : Tomey & Aligood, 1998
Teori Hubungan Interpersonal Peplau
Proses interpersonal merupakan komponen
sentral dari teori Peplau, dimana perawat akan memfasilitasi klien dalam
hubungan di antara keduanya yang bersifat terapeutik dengan tujuan kepentingan
kesehatan klien (Hrabe, 2005).
Klien dalam komponen sentral menurut Peplau diartikan sebagai seseorang
yang menunjukkan kondisi sakit dan kecemasan. Kecemasan diindikasikan melalui
gangguan komunikasi dan ketidakmampuan klien untuk belajar dan berfungsi secara
efektif. Ada hubungan langsung antara kecemasan dan kesakitan. Dalam kondisi
sakit, energi dari kecemasan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan akan berpindah
menjadi gejala tidak sehat seperti sakit kepala, demam yang tidak diketahui
penyebabnya (Fitzpatrick & Whall, 1989).
Tujuan tindakan keperawatan adalah mengkaji tingkat kecemasan klien
dengan mencari jalan keluar melalui komunikasi perawat dan klien, mempengaruhi
kemampuan klien untuk belajar dan mempertahankan pola tingkah laku yang sehat
dan melaksanakan strategi untuk mempengaruhi tingkat kecemasan yang efektif,
perawat memfasilitasi kemampuan klien untuk mengembalikan energi yang berpindah
tersebut menjadi penyelesaian masalah (Fitzpatrick & Whall, 1989; Tomey
& Aligood, 1998; Hrabe, 2005).
Upaya tersebut dilakukan melalui hubungan interpersonal perawat-klien
dengan menerapkan enam peran perawat yaitu 1) Sebagai orang asing (stranger) yang menerima klien apa adanya
dan menunjukkan adanya perhatian dan ketertarikan yang positif pada klien; 2)
Nara sumber (resource) yang
memberikan jawaban yang spesifik terhadap semua pertanyaan klien; 3)Guru (teacher) yang merupakan kombinasi dari
semua peran perawat, 4) Pemimpin (leadership)
yang mengarahkan hubungan yang demokratis dan peningkatan partisipasi klien;
5)Wali (surrogate) penengah terhadap
konflik yang dihadapi klien dan 6)
Penasihat (couselor) yang menjelaskan
cara penyelesaian masalah dan menyadarkan klien akan kondisi-kondisi yang
memerlukan bantuan (Fitzpatrick &
Whall, 1989; Tomey & Aligood, 1998; Hrabe, 2005)
Untuk mewujudkan keadaan yang konstruktif
dan produktif, Peplau membagi proses interpersonal atas empat fase.
a.
Fase orientasi
Pada fase orientasi perawat dan klien bertemu sebagai individu yang belum
saling mengenal. Pertemuan ini diprakarsai oleh klien dengan menunjukkan
ekspresi kebutuhan. Perawat membimbing klien agar memahami masalah dan tingkat
kebutuhannya untuk mendapatkan bantuan Pada fase ini, perawat akan melakukan
pengkajian data. Pada klien hiperemesis gravidarum akan ditemukan data bahwa
klien mengalami mual dan muntah sehingga nafsu makan menurun. Hal tersebut
dapat menimbulkan kecemasan bagi klien tentang akibat mual dan muntah terhadap
kondisi janinnya. Diagnosis keperawatan yang ditegakkan sesuai dengan hasil
pengkajian data berdasarkan Teori Peplau adalah kecemasan dan ketakutan
berhubungan terhadap efek hiperemesis terhadap kesejahteraan janin berhubungan
dengan kurang pengetahuan.
b. Fase identifikasi
Fase identifikasi dari hubungan interpersonal Peplau, perawat akan
merumuskan tujuan keperawatan dengan menggali secara aktif masukan-masukan dari
klien sehingga klien merasa dilibatkan dan merasa bagian dari penyusun rencana.
Peplau menekankan bahwa perawat harus mengembangkan hubungan terapeutik
sehingga kecemasan klien dapat diatasi secara konstruktif dengan berprilaku caring. Pada klien dengan hiperemesis
gravidarum, perencanaan yang dibuat untuk mengatasi kecemasan klien sehingga
klien menjadi lebih tenang dan lebih konstruktif.
c. Fase Eksploitasi
Fase eksploitasi dari hubungan interpersonal Peplau, klien adalah pihak
yang secara aktif mencari berbagai bantuan pelayanan kesehatan untuk
mendapatkan manfaat yang maksimal. Pada perawatan klien hiperemesis gravidarum
diharapkan klien lebih banyak berperan untuk menolong dirinya sendiri agar
tercapai keadaan produktif untuk keselamatan ibu dan janinnya. Perawat
memfasilitasi dengan menerapkan hubungan interpersonal yang terapeutik.
Adapun implementasi keperawatan yang dilakukan pada fase eksploitasi ini
adalah membina hubungan saling percaya yang merupakan dasar dari keberhasilan
tindakan menurut Peplau, menciptakan lingkungan yang dapat menurunkan kecemasan
klien, memberikan informasi yang dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya,
membantu terhadap pemenuhan kebutuhan klien (fisiologis dan psikologis) dan
mengajak klien untuk memenuhi kebutuhannya sesuai dengan kemampuan. Dukungan
psikologis yang diberikan perawat dengan menunjukkan sikap yang memahami dan
empati terhadap masalah yang dihadapi klien. Sikap yang tenang dan menerima
dapat memfasilitasi perawat untuk menyampaikan secara verbal konflik psikologis
yang tengah dihadapi berkaitan dengan permasalahan dalam keluarga,
pembiayaan/pendapatan dan masalah sosial lainnya yang memicu klien mengalami
mual dan muntah.
d. Fase Resolusi
Fase resolusi pada hubungan interpersonal Peplau terjadi setelah
fase-fase sebelumnya sukses dan kebutuhan klien terpenuhi. Evaluasi merupakan
faktor intern untuk menentukan apakah klien siap menerima fase resolusi atau
tidak. Dalam evaluasi ini, jika situasi jelas mendukung bahwa masalah telah
terselesaikan maka fase resoluisi atau terminasi kan terjadi. Harapan yang
diinginkan oleh perawat dan klien adalah berkurangnya kecemasan klien tentang
pengaruh hiperemesis gravidarum terhadap kondisi janinnya.
5. Teori Transkultural Leininger
Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang
berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya
(Leininger, 1978). Keperawatan transkultural adalah ilmu dan kiat yang humanis
yang difokuskan pada perilaku individu atau kelompok, serta proses untuk
mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat dan perilaku sakit secara fisik
dan psikokultural sesuai latar belakang budaya (Leininger, 1978). Pelayanan
keperawatan transkultural diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang
budayanya.
Dalam memberikan asuhan
keperawatan transkultural, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik
keperawatan. Keberhasilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
sangat tergantung pada kemampuannya mensintesis berbagai ilmu dan
mengaplikasikannya ke dalam bentuk asuhan keperawatan yang sesuai latar
belakang budaya klien (Andrew & Boyle, 1995).
Pengkajian dilakukan terhadap respon adaptif dan maladaptif untuk
memenuhi kebutuhan dasar yang tepat sesuai dengan latar belakang budayanya.
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada “ Leininger’s
Sunrise models” dalam teori keperawatan transkultural Leininger (Giger
& Davidhizar, 1995 ; Andrew & Boyle, 1995) yaitu : 1) Faktor teknologi;
2) Faktor Agama dan Falsafah Hidup; 3) Faktor sosial dan keterikatan
kekeluargaan; 4) Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup; 5) Faktor kebijakan
dan peraturan rumah sakit yang berlaku; 6) Faktor ekonomi; 7) Faktor
pendidikan.
Diagnosis keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya
yang dapat dicegah, dirubah, atau dikurangi melalui intervensi keperawatan
(Giger & Davidhizar, 1995; Andrew & Boyle, 1995). Respon klien yang
ditegakkan oleh perawat dengan cara mengidentifikasi budaya yang mendukung
kesehatan, budaya yang menurut klien pantang untuk dilanggar, dan budaya yang
bertentangan dengan kesehatannya.
Perencanaan dan implementasi adalah suatu proses memilih strategi yang
tepat dan melaksanakan tindakan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien
(Giger & Davidhizar, 1995; Andrew & Boyle, 1995). Perencanaan dan
implementasi keperawatan transkultural menawarkan tiga strategi sebagai pedoman
Leininger (1984) ; Andrew & Boyle, 1995 yaitu : perlindungan/mempertahankan
budaya (Cultural care preservation/maintenance) bila budaya klien
tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi/menegosiasi budaya (Cultural
care accommodation/negotiations) apabila budaya klien kurang
mendukung kesehatan dan mengubah dan mengganti budaya klien dan keluarganya (Cultural
care repartening/recontruction).
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan
klien tentang : mempertahankan budaya
yang sesuai dengan kesehatan, negosiasi terhadap budaya tertentu yang lebih
menguntungkan kesehatannya dan restrukturisasi budaya yang bertentangan dengan
kesehatan. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai
dengan keinginan klien atau sesuai latar belakang budayanya.
Hiperememesis gravidarum
Tingkatan II
|
APLIKASI
MODEL KONSEPTUAL
DALAM
ASUHAN KEPERAWATAN
KLIEN
HIPEREMESIS GRAVIDARUM
Aplikasi konsep keperawatan
maternitas yang berpusat pada keluarga, model konseptual Adaptasi Roy, Self Care Orem, teori Hubungan
Interpersonal Peplau dan Transkultural Leininger ke dalam asuhan keperawatan
pada klien hiperemesis gravidarum dengan pendekatan proses keperawatan dapat
digambarkan sebagai berikut:
1.
Pengkajian
Berikut ini adalah hasil pengkajian yang didapatkan pada klien
hiperemesis gravidarum dengan mengacu pada format pengkajian adaptasi Roy.
a. Gambaran klien/Data Umum
Ny M, 33 tahun, G2P1A0, Hamil 8
minggu, pekerjaan : karyawan pabrik, agama : Islam , pendidikan terakhir SMA,
menikah pertama kali, suku : Jawa, bahasa sehari-hari yang digunakan : bahasa
Jawa.
Suami: Tn Rd, 34 tahun, pendidikan terakhir:
SMA, pekerjaan: satpam, agama: Islam, suku: Jawa, pernikahan pertama kali,
pengambil keputusan dalam keluarga: suami, bahasa sehari-hari yang digunakan
adalah bahasa Jawa. Anggota keluarga yang tinggal serumah : Ny M dan suami.
Klien datang ke RS pada tanggal 20
Oktober 2005 pukul 15.25 melalui IGD dengan keluhan mual dan muntah-muntah
sejak 10 hari sebelum masuk rumah diserta keluhan air ludah banyak, pusing dan
lemas serta nyeri di ulu hati terutama bila muntah. Klien sudah berobat ke
dokter praktek dan diberikan obat anti muntah dan vitamin, namun tidak ada
perubahan. Sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit klien merasakan muntah
semakin menghebat, apapun yang dimakan dan diminum dimuntahkan kembali.
Muntahan terdiri dari makanan dan minuman yang dimakan, bahkan terkadang
terlihat kekuning-kuningan. Frekuensi muntah 5-6 kali dalam sehari. Bila
mencium aroma masakan tertentu klien juga merasa mual dan ingin muntah seperti
aroma bakso. Klien juga mengeluhkan sudah 3 hari tidak buang air besar dan
buang air kecil lebih jarang dari biasanya.
b. Pengkajian Tahap I
Menekankan pada perilaku klien saat dilakukan pengkajian yang terkait
dengan tingkat adaptasi Ny M terhadap perubahan yang terjadi. Menurut Orem
menggali adanya penyimpangan kesehatan dan masalah medik (health deviation self care), sedangkan menurut Leininger termasuk
dalam pengkajian faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup, faktor agama dan
falsafah hidup, faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan serta faktor
ekonomi.
1) Adaptasi Fisiologi
Keadaan umum lemah, TD :
100/60 mmHg, Nadi 100 x/menit, suhu : 37,9oC , pernapasan 24
kali/menit. Cairan dan elektrolit: 10 hari sebelum masuk rumah sakit, klien mengalami
penurunan dalam pemenuhan cairan. Minum sedikit, sekitar 1/4 -1/2 gelas (50-100 cc) setiap kali minum terdiri
dari air putih dan teh hangat sebanyak 3-4 kali sehari. Menurut klien,
terkadang cairan yang diminumpun menimbulkan mual dan dimuntahkan.Saat
pengkajian, intake secara oral dibatasi, klien terpasang infuse dextrose 5% 20
tts/menit. Turgor kulit kemabli dalam waktu lebih dari 2 detik, kelopak mata
cowong, mukosa bibir kering. Hasil laboratorium tanggal 21 Oktober 2005: Hematokrit 34%(N: 40-48%), Na 128 mEq/L(N: 135-147 mEq/L), K 2.44 mEq/L (N: 3.5-5.0
mEq/L), Cl 96 mEq/L(N: 97-108 mEq/L).
Nutrisi: sejak 10
hari sebelum masuk rumah sakit, klien mengalami penurunan nafsu makan. Sebelum
ada keluhan mual dan muntah klien makan 3 kali sehari dan terbiasa sarapan pagi
sebelum bekerja karena peraturan di tempat kerja tidak memperbolehkan karyawan
makan ataupun minum dari jam 8 (mulai bekerja) sampai jam istirahat (jam 12
siang). Berat badan sebelum hamil 50 kg, saat ini 45 kg, TB : 159 cm, lingkar
lengan atas 23 cm. Abdomen : bising
usus (+), distensi (-).
Eleminasi: sejak 4
hari sebelum masuk rumah sakit klien tidak pernah buang air besar, sebelumnya
kebiasaan buang air besar 1 kali sehari pada pagi hari. Buang air kecil tidak
mengalami kesulitan, namun klien merasakan frekuensi dan volume buang air kecil
berkurang. Pemeriksaan lab : urin dan faeces tidak terkaji.
Aktifitas dan istirahat : sebelum bekerja klien menyiapkan keperluan suami di pagi hari. Jam
setengah delapan berangkat kerja dan pulang jam 4 sore. Sampai di rumah
beristirahat sebentar kemudian melanjutkan dengan memasak, mencuci pakaian dan membersihkan rumah. Waktu luang (hari
Sabtu dan Minggu) lebih senang berada di rumah dan nonton TV. Klien jarang
mengikuti kegiatan di lingkungannya. Klien biasa tidur malam sekitar 7-8 jam
sehari. Sejak mengalami mual dan muntah klien merasakan tidur malam berkurang
dan siangpun tidak bisa tidur.
Sensori : klien
mengeluhkan nyeri pada perut terutama setelah muntah.
Fungsi endokrin :
Menarke usia 13 tahun, siklus 28 hari, teratur, lamanya 5-7 hari, banyaknya :
ganti pembalut 3-4 kali sehari selama 2 hari pertama haid, tidak ada keluhan
selama haid. Kehamilan sekarang adalah merupakan kehamilan kedua (G2P1A0),
HPHT kehamilan sekarang tanggal 24 Agustus 2005, perkiraan partus tanggal 30
Mei 2006, usia kehamilan saat ini 8 minggu.
Kunjungan prenatal pertama
kali saat terlambat 1 minggu di bidan dan berdasarkan hasil pemeriksaan, klien
dinyatakan hamil. Sejak anak pertama berusia 3 bulan, klien menggunakan KB
suntik secara teratur tiap 3 bulan. Tidak ada keluhan selama menggunakan KB
suntik, namun klien sering merasa kerepotan setelah mulai bekerja dan harus
pergi ke bidan untuk suntik. Hal ini menyebabkan sejak 2 bulan yang lalu klien
dan suami sepakat untuk mencoba menggunakan pil. Mammae membesar, kenyal, areola hitam,
putting menonjol, kolostrum (-), fundus uteri belum teraba, DJJ belum terdengar
dengan doppler. USG tanggal 21 Oktober 2005: uterus membesar, letak uterus
antefleksi, cor (+), fetal echo (+) DJJ (+), gravid 8 minggu.
Disertakan juga pengkajian
yang berkaitan dengan budaya menurut Leininger
yaitu : Bagaimana budaya klien yang
mempengaruhi gaya hidup berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan fisiologis? Ny A
melakukan puasa bulan ramadhan selama 3 hari sebelum mengalami mual dan muntah.
Mengenai pemilihan jenis makanan yang bisa dikonsumsi klien didapatkan data:
sejak masih muda klien menyukai makanan yang agak pedas. Jika makanan tidak
terasa pedas nafsu makan akan berkurang.
2) Konsep Diri
Sejak dinyatakan hamil dan
bahkan sampai saat ini, klien masih sulit untuk menerima kehamilannya. Kehamilan ini menurut klien tidak
direncanakan dan belum diinginkan oleh klien dan suami. Klien dan suami baru 1
tahun pindah ke kota untuk bekerja. “ Kami ingin mencari nafkah untuk keluarga
terlebih dahulu, sehingga anak kami yang pertama untuk sementara kami titipkan
di Jawa (di rumah orang tua) dengan maksud kami betul-betul bisa bekerja di
Jakarta, nanti kalau sudah lebih mapan baru rencana membawa anak ke Jakarta”
kata klien.
Selain berkaitan dengan
pekerjaan, klien juga cemas memikirkan janin yang dikandungnya. Ada perasaan
khawatir tentang bagaimana perkembangan janinnya dengan mual dan muntah yang
dihadapi karena hal ini baru pertama kali dialami klien. Pada kehamilan
sebelumnya klien tidak mengalami mual dan muntah yang menghebat, mual dan
muntah yang dirasakan bersifat ringan, kalau sudah makan, maka mual akan
hilang. Apalagi klien pernah minum jamu, takut jika bayi yang akan dilahirkan
nanti akan mengalami kecacatan.
Dilengkapi juga pengkajian
spiritual berkaitan dengan faktor agama dan falsafah hidup menurut Leininger tentang persepsi klien
terhadap kesehatan dan cara beradaptasi terhadap situasinya saat ini, cara
pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan.
Ny M menyatakan kehamilan ini
tidak direncanakan, klien pernah berusaha untuk menggugurkan kandungan dengan
minum jamu. Namun karena merasa mual dan muntah, maka jamu yang sudah dibeli
hanya diminum satu kali. Klien merasa sangat bersalah karena sudah berbuat
dosa. Klien menganggap penyakit yang sekarang diderita adalah sebagai balasan
atas apa yang telah dilakukan.
3) Fungsi Peran
Sudah lebih dari satu minggu klien tidak bekerja karena sakit. Ada kekhawatiran klien
akan diberhentikan dari pekerjaan karena peraturan sangat ketat, apalagi klien
termasuk karyawan yang baru bekerja selama 8 bulan.
Disertakan juga pengkajian faktor ekonomi menurut Leininger yaitu berkaitan dengan daya emban secara ekonomi, sumber
pembiayaan selama di rumah sakit. Menurut Ny M,
jika klien tidak bekerja maka akan terasa terbeban secara ekonomi,
apalagi klien mengatakan bahwa untuk mempersiapkan kehamilan dan melahirkan
butuh pembiayaan yang tidak sedikit, sementara rumah masih mengontrak dan klien
harus setiap bulan mengirimkan uang untuk orang tua di kampung dan untuk biaya
hidup anak. Pembiayaan selama di rumah sakit ditanggung oleh jamsostek.
4) Interdependensi
Saat ini klien berada di
Jakarta dengan suami, sementara keluarga terdekat seperti orang tua dan saudara
berada di daerah. Klien tidak
memiliki keluarga di Jakarta. Orang terdekat selain suami adalah teman kerja.
c.
Pengkajian Tahap II
Stimulus fokal : mual
dan muntah-muntah sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit. Klien juga mengaku
sudah 3 hari tidak buang air besar, bak lebih jarang dari biasanya. Keluhan
lain yang juga dirasakan adalah air ludah banyak, pusing dan lemas serta nyeri
di ulu hati terutama bila muntah.
Stimulus Kontekstual: bila mencium aroma masakan tertentu klien juga
merasa mual dan ingin muntah seperti aroma bakso. Sejak dinyatakan hamil dan
bahkan sampai saat ini, klien masih sulit untuk menerima kehamilannya.
Kehamilan ini menurut klien tidak direncanakan dan belum diinginkan
Stimulus Residual : Ny M menderita penyakit gastritis sejak belum
menikah (± 5 tahun yang lalu), namun tidak pernah sampai dirawat di rumah
sakit. Riwayat kehamilan : anak pertama lahir pada tahun 2002 (usia 3 tahun)
ditolong bidan di Jawa, lahir normal langsung menangis dengan berat badan 3200
gram, panjang badan 50 cm. Tidak
ada penyulit saat melahirkan maupun pada masa nifas, tidak ada mual dan muntah
yang berlebihan pada saat hamil seperti keluhan pada saat ini. Kondisi yang
dialami sekarang merupakan pengalaman pertama bagi Ny M, sehingga merasa cemas
terhadap keadaan janinnya.
2.
Merumuskan Diagnosis Keperawatan
Pada Ny
M dapat diidentifikasi diagnosis keperawatan berdasarkan prioritas sebagai
berikut :
a)
Adaptasi fisiologis
(1)
Kekurangan volume cairan pada ibu dan janin berhubungan dengan kehilangan
cairan yang berlebihan melalui muntah dan
tidak adekuatnya intak cairan; (2) Perubahan nutrisi untuk ibu dan
janin: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah yang
menetap sekunder akibat hiperemesis; (3) Nyeri berhubungan dengan muntah yang
terus menerus; (4) Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan dehidrasi;
(5) Konstipasi berhubungan dengan tidak adekuatnya asupan nutrisi.
b) Model Adaptasi Konsep Diri
(1) Tidak efektifnya koping individu dalam
menerima kehamilan berhubungan dengan kehamilan yang tidak direncanakan; (2)
Kecemasan dan ketakutan efek hiperemesis terhadap kesejahteraan janin
berhubungan dengan kurang pengetahuan.
c) Model Fungsi peran
Konflik peran berhubungan dengan kehamilan
yang tidak direncanakan.
Disertakan diagnosis keperawatan
tambahan berkaitan dengan kelemahan fisik dari Orem yaitu Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dari
tidak adekuatnya nutrisi dan peningkatan energi yang dibutuhkan selama
kehamilan.
3.
Perencanaan
Adapun rencana keperawatan
pada Ny M adalah :
a.
Kekurangan volume cairan pada ibu dan
janin berhubungan dengan kehilangan cairan yang berlebihan melalui muntah dan
tidak adekuatnya intak cairan.
Tujuan
: keseimbangan cairan dan elektrolit akan kembali ke
kondisi normal, yang ditandai dengan turgor kulit kembali normal, membran
mukosa lembab, berat badan stabil, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien
tidak muntah lagi
Rencana intervensi:
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan :
seperti turgor kulit, kondisi membran
mukosa dan tanda-tanda vital; 2) Timbang berat badan setiap hari; 3)
Pantau dan laporkan warna, jumlah dan frekuensi emesis; 4) Catat asupan dan
haluaran; 5) Pantau nilai laboratorium dan laporkan nilai-nilai yang tidak
normal; 6) Pertahankan dan pantau pemberian cairan intravena yang terdiri dari
elektrolit, glukosa, vitamin; 7) Bila telah diijinkan pemasukan oral, berikan
cairan dengan perlahan meningkat jumlahnya sesuai toleransi Ny M; 8) Kolaborasi
pemberian antiemetik.
b.
Perubahan nutrisi untuk ibu dan janin:
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah yang menetap
sekunder akibat hiperemesis.
Tujuan
: klien menerima pemberian nutrisi secara oral
maupun parenteral yang ditandai muntah berkurang, idak terjadi penurunan berat
badan.
Rencana intervensi:
1) Batasi asupan peroral jika klien terus menerus muntah; 2) Pertahankan
dan pantau pemberian cairan intavena; 3) Catat asupan dan haluaran; 4) Timbang
berat badan setiap hari; 5) Bila muntah sudah berkurang berikan makan dalam
porsi kecil tapi sering, berikan makanan yang ringan tidak mengandung lemak; 6)
Anjurkan klien mengkonsumsi jahe dan permen untuk mengurangi mual dan muntah;
7) Kaji tanda vital dan keadaan abdomen; 8) Jelaskan pada klien tentang
pengaturan pola makan untuk mencegah terjadinya mual dan muntah pada kehamilan;
9) Kolaborasi pemberian TPN, antiemetik,
vitamin.
c.
Nyeri berhubungan dengan muntah yang terus
menerus.
Tujuan : Klien
mengatakan muntah berkurang dan nyeri
berkurang.
Rencana intervensi:
1) Berikan lingkungan yang nyaman dan usahakan agar tidak ada bau-bauan
yang dapat merangsang muntah; 2) Anjurkan klien untuk membersihkan mulut
sebelum makan dan sesudah muntah; 3) Berikan posisi fowler atau duduk setiap
makan; 4) Bimbing klien melakukan tehnik relaksasi: latihan pernapasan dan
aromaterapi (bau parfum).
d.
Perubahan membran mukosa mulut berhubungan
dengan dehidrasi.
Tujuan :Tidak
ditemukan lesi dan iritasi pada mulut Ny M.
Rencana intervensi:
1) Inspeksi keadaan mulut terhadap adanya lesi dan iritasi; 2) Bantu klien
menjaga kebersihan mulut sebelum dan sesudah makan.
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan akibat tidak adekuatnya
nutrisi dan peningkatan energi yang dibutuhkan selama kehamilan.
Tujuan
: klien menunjukan peningkatan
kemampuan dalam beraktivitas sesuai
kemampuan.
Rencana intervensi:
1) Anjurkan klien untuk tirah baring sampai mual dan muntah berkurang; 2)
Bantu klien memenuhi kebersihan diri seperti mandi, mengganti pakaian dan kebersihan mulut; 3) Jika muntah berkurang
bimbing klien melakukan aktivitas secara bertahap.
f.
Tidak efektifnya koping individu dalam
menerima kehamilan berhubungan dengan kehamilan yang tidak direncanakan.
Tujuan
: Klien mengembangkan mekanisme koping positif
dalam menerima kehamilannya.
Rencana intervensi:
1) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan batasi pengunjun; 2) Berikan
dukungan psikologis; 3) Diskusikan dengan Ny M dan pasangan tentang
kehamilannya; 4) Jelaskan dampak tidak menerima kehamilan terhadap kondisi Ny
M; 5) Berikan penguatan pada klien bahwa tidak semua orang mampu mendapatkan
keturunan; 6) Jelaskan kondisi janin Ny M berdasarkan hasil pemeriksaan; 7)
Bantu klien untuk mengidentifikasi kekuatan dirinya dan mekanisme koping yang
sebelumnya digunakan.
g.
Kecemasan dan ketakutan efek hiperemesis
terhadap kesejahteraan janin berhubungan dengan kurang pengetahuan.
Tujuan : Klien mengungkapkan perasaan dan
kekhawatirannya terhadap
kesejahteraan janin.
Rencana intervensi
:
1) Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan dan kekhawatirannya; 2)
Perlihatkan sikap menerima rasa takut klien; 3) Bantu klien untuk
mengidentifikasi kekuatan dirinya dan mekanisme koping yang sebelumnya
digunakan; 4) Beri informasi tentang risiko potensial yang dapat terjadi pada
janin 5) Kaji pemahaman klien tentang kondisi yang dialaminya; 6) Jelaskan
tentang kondisi klien, penyebab dan perawatannya; 7) Libatkan keluarga terutama
pasangan pada saat memberikan penjelasan; 8) Berikan kesempatan kepada klien
dan keluarga untuk bertanya; 9)
Diskusikan dengan klien tentang perawatan setelah pulang dari rumah sakit.
4.
Implementasi
Menurut Roy, implementasi keperawatan dilakukan dengan tujuan merubah
stimulus fokal, kontekstual dan residual. Implementasinya lebih difokuskan
kepada kemampuan koping klien sehingga seluruh stimulus dapat diadaptasi sesuai
dengan kemampuan klien.
Implementasi yang dilakukan berdasarkan teori Roy ditujukan untuk
memanipulasi stimulus fokal, kontekstual maupun residual. Untuk diagnosis
keperawatan yang terkait dengan Model Adaptasi Fisiologis antara lain :
a.
Memantau tanda dan gejala kekurangan cairan: seperti
turgor kulit, kondisi membran mukosa dan
tanda-tanda vital.
b. Menimbang
berat badan setiap hari pada waktu dan dengan alat yang sama
c. Memantau dan melaporkan warna, jumlah dan
frekuensi emesis.
d. Mencatat asupan dan haluaran setiap shift.
e. Memantau
nilai laboratorium dan melaporkan nilai-nilai yang tidak normal.
f.
Mempertahankan dan memantau pemberian cairan intravena
yang terdiri dari elektrolit, glukosa, vitamin 20-30 tts/menit.
g.
Menganjurkan dan memberi makan dalam porsi kecil tapi
sering, berikan makanan yang ringan tidak mengandung lemak setelah muntah
berkurang seperti kacang hijau, crackers.
h.
Menganjurkan
klien mengkonsumsi jahe (dalam bentuk teh jahe) dan permen rasa
mint/menthol untuk mengurangi mual dan
muntah.
i.
Menjelaskan beberapa metode dalam mengurangi mual dan
muntah antara lain metode penekanan (acupressure) pada daerah P6 point yaitu
tiga jari di bawah pergelangan tangan.
j.
Memberikan posisi duduk setiap makan.
k. Membimbing klien melakukan tehnik relaksasi:
latihan pernapasan dan aromaterapi dengan bau parfum
l.
Menjelaskan
tentang kondisi klien, penyebab dan perawatannya serta risiko potensial yang
dapat terjadi pada janin pada Ny M dan pasangan.
m. Membantu klien untuk mengidentifikasi
kekuatan dirinya dan mekanisme koping yang sebelumnya digunakan.
n. Melakukan kolaborasi pemberian kalium
berdasarkan hasil laboratorium
o.
Melaksanakan
tindakan delegatif : memberikan entiemetik : pada saat masih muntah :
injeksi primperan 3x 1 ampul, pemberian
neurobion 2x 1ampul perinfus, kalium 25 mEq/L perinfus 20 tts/menit. Setelah
muntah berkurang : pemberian peroral nerobat 3x1, cimetidine 3x1, mediamer 3x1.
Penerapan model konseptual Orem
pada Ny M antara lain: pada saat klien mengalami mual dan muntah yang berlebihan
klien dianjurkan untuk tirah baring dan perawat membantu klien dalam memenuhi
kebutuhannya. Sistem keperawatan yang diberikan dapat bersifat wholly/totally compensatory nursing
(keperawatan total) atau partially/partially
compensatory nursing (keperawatan sebagian). Pada saat mual dan muntah
berkurang, maka klien mulai dibimbing untuk melakukan aktivitas secara bertahap
tentunya dengan memperhatikan tanda-tanda vital. Membimbing klien melakukan aktivitas secara bertahap
mulai dari aktivitas yang dapat dilakukan di atas tempat tidur seperti mandi
dan mengganti pakaian sendiri sampai dengan memenuhi kebersihan diri di kamar
mandi.
Bantuan keperawatan yang diberikan dapat dalam bentuk 1) Melakukan
tindakan untuk memenuhi kebutuhan klien (termasuk tindakan kolaborasi) antara lain membantu pemenuhan cairan,
pemenuhan nutrisi dan mengatasi nyeri termasuk kolaborasi pemberian antiemetik
dan roboransia; 2) Membimbing dan
mengarahkan klien ; 3) Memberikan dukungan fisik dan psikologis; 4)
Mempertahankan lingkungan yang mendukung termasuk disini bagaimana mengatur
lingkungan untuk mencegah bau-bauan yang dapat merangsang muntah, mengatur
pengunjung untuk memberikan kesempatan
bagi klien beristirahat ; dan 5)
Pendidikan kesehatan antara lain tentang Ny M dianjurkan untuk makan dalam
porsi kecil, sering dengan makanan yang rendah lemak serta meningkatkan diet
potassium dan magnesium. Pemberian cairan diantara waktu makan lebih baik dan
menurunkan terjadinya mual. Ny M juga dianjurkan untuk menghubungi pelayanan kesehatan
yang tersedia sesegera mungkin jika terjadi mual dan muntah, khususnya bila ada
gejala nyeri abdomen, dehidrasi dan atau kehilangan berat badan.
Untuk lebih memahami tentang hiperemesis gravidarum selain memberikan
penjelasan yang sifatnya lisan, residen juga memberikan Ny M leaflet yang dapat
dibawa ke rumah sehingga memungkinkan bagi ibu dan keluarga dalam melakukan
pengelolaan dalam mengurangi terjadinya mual dan muntah (lampiran 1). Ada beberapa hal yang
disarakan pada Ny M untuk mengurangi terjadinya mual dan muntah selama
kehamilan antara lain :
a. Sebelum bangun dari tempat tidur di pagi hari, mintalah
bantuan suami untuk membuatkan secangkir teh manis hangat dan biskuit atau
krackers. Kedua
jenis makanan ini dapat mengurangi mual pada pagi hari.
b. Makan dalam porsi kecil tapi
sering, walaupun tidak ada nafsu makan usahakan agar ibu tetap makan.
c. Untuk mengurangi rasa mual,
makanlah lebih banyak zat tepung, apalagi jika mual-mual disertai muntah.
d. Menghindari makanan pencetus
seperti pedas dan asam. Juga makanan yang banyak mengandung krim dan gorengan.
e.
Selain makanan, ibu
juga menghindari bau-bauan yang menyengat seperti rokok.
f.
Berusahalah untuk
mengisi waktu “baik” ibu yaitu saat rasa mual hilang untuk makan dan minum.
g.
Untuk mengganti cairan
tubuh yang terbuang lewat muntah, banyak-banyak mengkonsumsi makanan atau
minuman berkadar air tinggi seperti sayuran, jus buah dan sejenisnya.
h.
Jenis-jenis makanan
yang diduga memicu perut kembung sebaiknya tidak dikonsumsi, karena kondisi
kembung akan membuat perut serasa terisi penuh padahal kosong.
i.
Yang pasti hindari stress dan ketegangan dalam bentuk apapun. Jangan pernah
menganggap kehamilan sebagai beban, melainkan sebagai fase kehidupan baru yang
menyenangkan.
Berkaitan dengan masalah
pemenuhan nutrisi, residen juga menerapkan teori transkultural Leininger. Bentuk
penerapannya adalah negosiasi budaya dengan cara mendiskusikan dengan klien
tentang pola makan dan jenis makan yang dikonsumsi antara lain menghindari makanan
pedas, negosiasi tentang pelasanaan puasa selama hamil, penjelasan tentang pola
makan yang tepat dalam mengatasi mual dan muntah.
Untuk diagnosa keperawatan gangguan
kecemasan berhubungan dengan efek hiperemesis terhadap kesejahteraan janin
selain penerapan teori adaptasi Roy dan keperawatan maternitas yang berpusat
pada keluarga, residen menerapkan hubungan interpersonal Peplau.
Integrasi ketiga konsep ini saat implementasi selain membantu
adaptasi klien dalam menghadapi kondisi yang dialaminya juga kebutuhan klien
akan pemecahan masalah kecemasan dapat teratasi yang didukung pula oleh bentuk
aplikasi Peplau dalam proses keperawatan yaitu melalui komunikasi terapeutik
melalui fase orientasi, fase identifikasi, fase eksploitasi dan fase resolusi sehingga
klien merasa tidak ditinggalkan dan dapat menumbuhkan rasa aman klien.
Implementasi yang diberikan
pada klien tersebut diantaranya adalah: mengkaji status psikologis dan
emosional, menganjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya pada suami, keluarga
maupun petugas kesehatan, memberikan informasi yang jelas dengan cara yang
tepat, dan pastikan pemahaman pasien terhadap informasi yang diberikan,
memberikan kesempatan pada klien untuk memberikan masukan pada proses
pengambilan keputusan (misal keputusan setiap intervensi yang akan didapat
klien, mendukung adanya orang yang penting bagi klien, memberikan informasi
pada mereka tentang kemajuan kondisi pasien dan beri kesempatan untuk
berkunjung dan berkomunikasi, menganjurkan suami untuk memberikan dukungan dan motivasi klien
menjalani proses perawatan.
5.
Evaluasi
Menurut Roy, evaluasi menggambarkan perilaku yang diharapkan dengan
membandingkan dengan perilaku output dari pencapain tujuan yang ditentukan.
Penilaian kembali tujuan dan intervensi dibuat berdasarkan hasil evalusi.
Evaluasi menggambarkan pencapaian integritas adaptasi.
Orem secara spesifik tidak membahas tentang evaluasi. Hasil akhir yang
diinginkan adalah klien membutuhkan kemandirian dalam hal mengatasi masalah
kesehatannya.
Menurut Peplau, evaluasi yang diharapkan adalah klien sudah kembali
produktif walaupun dengan cemas, sedangkan menurut Leininger evaluasi yang
diinginkan pada klien setelah tindakan keperawatan dilakukan akan tergambar
dari perilaku klien yang mendukung kesehatan.
Adapun evaluasi asuhan
keperawatan pada klien Ny M (tanggal 25
Oktober 2005):
a. Evaluasi berdasarkan model adaptasi Roy
1) Mual dan muntah berkurang;
2) Nilai laboratorium kembali normal; 3)Turgor kulit, membran mukosa lembab ,
tanda-tanda vital kembali normal : tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 84x/menit,
suhu : 36,5oC, pernapasan 20 kali/menit; 4) Berat badan Ny M tidak
mengalami penurunan (BB 45 kg); 5) Klien mengatakan mulai dapat menerima
kehamilannya dan akan menjaga kehamilannya serta berharap janinnya tidak
menglami kecacatan; 6) Ny M mengatakan akan mulai mengatur pola makan sehingga
tidak mengalami mual dan muntah antara lain tetap makan dalam porsi kecil tapi
sering, mengunyah permen jika mulai terasa mual.
b. Evaluasi berdasarkan model Self
Care Orem
Klien dapat melakukan pemenuhan kebersihan diri tanpa bantuan dan klien
memahami kondisi yang dialaminya dan dapat menjelaskan kembali tentang kondisi,
etiologi dan perawatan di rumah.
c. Evaluasi berdasarkan Teori
Peplau
Ny M mendiskusikan rasa khawatirnya dengan perawat dan menyatakan merasa
lega setelah mendiskusikan risiko hiperemesis gravidarum terhadap janinnya dan
Tn Rd diidentifikasi sebagai sumber dukungan utama bagi Ny M dan dilibatkan
dalam diskusi dan perawatan Ny M.
d. Evaluasi berdasarkan Teori Leininger
Sulit bagi Ny M untuk mengkonsumsi makanan yang disediakan dari rumah
sakit, klien makan makanan pedas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar