1. Definisi
Trauma dada adalah abnormalitas rangka dada yang disebabkan oleh benturan
pada dinding dada yang mengenai tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma
ataupun isi mediastinal baik oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan
gangguan system pernafasan.
2. Anatomi
Fisiologi
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Trauma dada adalah abnormalitas
rangka dada yang disebabkan oleh benturan pada dinding dada yang mengenai
tulang rangka dada, pleura paru-paru, diafragma ataupun isi mediastinal baik
oleh benda tajam maupun tumpul yang dapat menyebabkan gangguan system
pernafasan.
2. Anatomi Fisiologi kerangka
Sumber : www.ilmu-keperawatan.com
Kerangka rongga toraks, merincing
pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri dari sternum, 12
vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan,
dan 2 pasang iga yang melayang. Kartilago dari enam iga pertama memisahkan
artikulaso dari sternum; katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk
kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga
pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi
pada luka tusuk.
Muskulatur. Muskulus-muskulus
pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior toraks.
Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu
lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus
pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan
muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris
posterior.
Pleura. Pleura adalah membrane
aktif serosa dengan jaringan pembuluh arah dan limfatik. Di sana selalu ada
pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan kapier.
pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut
sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding
dalam toraks dan diafragma. Kebalikan dengan pleura viseralis, pleura
parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika
terjadi penyakit atau cedera, mak timbul nyeri. Pleura parietalis memiliki
ujung saraf untuk nyeri; hanya bila penyaki-penyakit menyebar ke pleura ini
maka akan timbul. Pleura sedikit melebih tepi paru pada tiap arah dan
sepenuhnya terisi dengan ekspansi paru-paru normal; hanya ruang potensial yang
masih ada.
Ruang interkostal. Pleura
parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis
muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena,
arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga.
Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura
harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang
dipilih.
Diafragma. Bagian muskular perifer
berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilagokosta, dari vertebra
lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk
tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa
mempersarafi sensorik. Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan
sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.
3. Etiologi
Trauma dada dapat disebabkan oleh :
1. Tension
pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik
yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran
balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh
patahan tulang iga, ruptur oleh vesikel flaksid yang seterjadi sebagai sequele
dari PPOM.
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan
kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman
atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.
4. Patofisiologi
Rongga dada terdiri dari sternum,
12 verebra torakal, 10 pasang iga yang berakhir di anterior dalam segmen tulang
rawan dan 2 pasang iga yang melayang. Di dalam rongga dada terdapat paru-paru
yang berfungsi dalam sistem pernafasan. Apabila rongga dada mengalami kelainan,
maka akan terjadi masalah paru-paru dan akan berpengaruh juga bagi sistem
pernafasan. Akibat trauma dada disebabkan karena:
Tension pneumothorak cedera pada
paru memungkinkan masuknya udara (tetapi tidak keluar) ke dalam rongga pleura,
tekanan meningkat, menyebabkan pergeseran mediastinum dan kompresi paru
kontralateral demikian juga penurunan aliran baik venosa mengakibatkan kolapnya
paru. Pneumothorak tertutup dikarenakan adanya tusukan pada paru seperti
patahan tulang iga dan tusukan paru akibat prosedur infasif penyebabkan
terjadinya perdarahan pada rongga pleural meningkat mengakibatkan paru-paru
akan menjadi kolaps. Kontusio pasru mengakibatkan tekanan pada rongga dada
akibatnya paru-paru tidak dapat mengembang dengan sempurna dan ventilasi
menjadi terhambat akibat terjadinya sesak nafas. Sianosis dan tidak menutup
kemungkinan akan terjadi syok.
Patoflow Diagram ( Mapping)
Trauma Torak
Tension Pneumotorak Kontusio
Pneumotorak tertutup paru
Udara masuk Perdarahan Tekanan pada
dalam rongga pada rongga rongga dada
pleura pleura
Tekanan dalam rongga Tekanan dalam Pembengkakan
pleura meningkat rongga pleura
meningkat
Kompresi paru ventilasi terganggu Keterbatasan
kontra lateral kerja paru
Kolaps Kolaps paru Sesak nafas
paru
Sianosis
Syok
5. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering muncul pada penderita
trauma dada;
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat
inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat
palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang
sakit.
6. Penatalaksanaan Medis
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis)
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena
g. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirai
akhir positif, didasarkan pada kriteria sebagai berikut:
1) Gejala contusio paru
2) Syok atau cedera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila
tension Pneumothorak mengancam.
i. Oksigen tambahan.
7. Komplikasi
a. Surgical Emfisema Subcutis
Kerusakan pada paru dan pleura
oleh ujung patahan iga yang tajam memungkinkan keluarnya udara ke dalam cavitas
pleura dari jaringan dinding dada, paru.
Tanda-tanda khas: penmbengkakan kaki, krepitasi.
b. Cedera Vaskuler
Di antaranya adalah cedera pada
perikardium dapat membuat kantong tertutup sehingga menyulitkan jantung untuk mengembang
dan menampung darah vena yang kembali. Pembulu vena leher akan mengembung dan
denyut nadi cepat serta lemah yang akhirnya membawa kematian akibat penekanan
pada jantung.
c. Pneumothorak
Adanya udara dalam kavum pleura.
Begitu udara masuk ke dalam tapi keluar lagi sehingga volume pneumothorak
meningkat dan mendorong mediastinim menekan paru sisi lain.
d. Pleura Effusion
Adanya udara, cairan, darah dalam
kavum pleura, sama dengan efusi pleura yaitu sesak nafas pada waktu bergerak
atau istirahat tetapi nyeri dada lebih mencolok. Bila kejadian mendadak maka
pasien akan syok.
Akibat adanya cairan udara dan darah yang berlebihan
dalam rongga pleura maka terjadi tanda – tanda :
1) Dypsnea sewaktu bergerak/ kalau efusinya luas pada
waktu istirahatpun bisa terjadi dypsnea.
2) Sedikit nyeri pada dada ketika bernafas.
3) Gerakan pada sisi yang sakit sedikit berkurang.
4) Dapat terjadi pyrexia (peningkatan suhu badan di
atas normal).
e. Plail Chest
Pada trauma yang hebat dapat terjadi
multiple fraktur iga dan bagian tersebut. Pada saat insprirasi bagian tersebut
masuk sedangkan saat ekspirasi keluar, ini menunjukan adanya paroxicqalmution
(gerakan pernafasan yang berlawanan)
f. Hemopneumothorak
Yaitu penimbunan udara dan darah pada kavum pleura.
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Dasar Data Pengkajian Pasien
1) Kajian aktivitas dan latihan
a) Nyeri dada sampai abdomen
b) Lemah
c) Terpasang infus
d) Sesak nafas ditandai dengan 24 x/menit
2) Kajian nutrisi metabolik
a) Bising usus berkurang
b) Mukosa mulut kering
c) Kurang nafsu makan
d) Kembung
b. Masalah Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya trauma.
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya nyeri.
3) Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan penurunan masukan.
4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan tidak
adekuatnya masukan makanan dan cairan.
5) Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
6) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpirasi paru.
c. Rencana Keperawatan.
I. Nyeri adanya trauma
- tujuan : nyeri pasien teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
- Sasaran : – Pasien mengatakan “ nyeri berkurang”, skala (0-2).
- Wajah klien tampak rileks
- TTV dalam batas normal
Rencana tindakan
1) Beri posisi yang nyaman dan menyenangkan pasien
R/ Untuk menurunkan ketegangan otot
2) Kaji adanya penyebab nyeri, seberapa kuatnya nyeri, minta pasien untuk
menetapkan pada skala nyeri.
R/ Membantu menentukan pilihan intervensi dan memberikan dasar untuk
perbandingan dan evaluasi terhadap therapy.
3) Observasi tanda-tanda vital.
R/ Untuk mengidentifikasi adanya nyeri.
4) Anjurkan istirahat yang cukup
R/ Untuk mengurangi energi yang berlebihan.
5) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian analgesik :
R/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
II. Intoleransi aktivitas nyeri
- Tujuan : – Intoleransi akvitas dapat teratasi setelah dilakukan
tindakan keperawatan .
- Sasaran : - Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri
secara bertahap.
- Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.
- Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
- Klien tidak lemah lagi.
Rencana Tindakan
1. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang tidak mampu
dilakukan sendiri. Misalnya Mandi, berpakaian, merapikan diri.
R/ kebutuhan nutrisi terpenuhi seperti pada saat sebelum trauma.
2. Kaji penyebab ketidakmampuan pasien dalam memenuhi perawatan diri.
R/ Dengan mengetahui penyebab akan mempermudah dalam penanganan masalah
dan penerapan intervensi.
3. Pasang pagar/pengaman tempat tidur
R/ Mencegah resiko cedera
4. Anjurkan Pasien untuk istirahat yang cukup
R/ mengurangi penggunaan energi berlebihan dan metobolisme tubuh sehingga
dapat menambah kelemahan.
5. Anjurkan pasien untuk untuk menggunakan teknik relaksasi
R/ Mengurangi ketegangan otot/kelelahan, dapat membantu mengurangi nyeri,
spasme otot, spastisitas/kejang.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin neurobion 1 amp/hari
R/ Untuk meningkatkan efektivitas pengobatan.
III. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
penurunan masukan.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dalam waktu ± 1 minggu
Sasaran : – klien mengatakan sudah ada nafsu makan, turgor kulit elastis
- Klien mampu menghabiskan 1 porsi makanan, mukosa mulut lembab, kelopak
mata merah
Rencana tindakan
1. Anjurkan klien makan porsi kecil tapi sering.
R/ untuk mencegah badan agar tidak lemah
2. Kaji tanda-tanda kurang nutrisi (Turgor kulit, kelopak mata, mukosa
mulut).
R/ untuk. Mengetahui tingkat nutrisi pasien.
3. Kaji pola makan pasien.
R/ untuk mengetahui pola makan pasien.
4. Jelaskan pasien tentang pentingnya penemuan nutrisi untuk penymbuhan
klien.
R/ Dengan nutrisi yang cukup, dapat mempercepat penyembuhan pasien.
5. Auskultasi bising usus, evaluasi adanya distensi abdomen.
R/ Perubahan fungsi lambung sering terjadi sebagi akaibat dari
paralisis/mobilisasi.
6. Kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian nutrisi parentral.
R/ untuk menringankan penyakit yag diderita pasien.
IV. Resiko tinggi kekurangan volume cairan tubuh tidak adekuat masukan
makanan dan cairan.
Tujuan : Kebutuhan cairan tubuh pasien terpenuhi setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam.
Sasaran : - Klien mengatakan sudah mampu menghabiskan air minum 1 botol
VIT besar.
- Berat badan pasien delam batas normal.
- Klien mengatakan mulut saya tidak kering lagi.
- Turgor kuli pasien elastis, mukasa mulut lembab.
Rencana Tindakan
1. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah)
R/ indikator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membran mukosa
mulut mungkin kering karena nafas mulut dan oksigen tambahan.
2. Kaji perubahan TTV, Contoh : peningkatan suhu/ demam memanjang,
takikardi, hipotensi ortostatik.
R/ Peningkatan suhu/ memanjangnya demam meningkatkan lajunya metabolisme
dan kehilangan cairan melalui evaporasi, tekanan darah dan ortostatik berubah
dan peningkatan takikardi menunjukan kekurangan cairan sistemik.
3. Catat laporan mual/muntah
R/ adanya gejala ini menurunkan masukan oral.
4. Pantau masukan dan haluaran, catat, warna, karakter urine, hitung
keseimbangan cairan waspadai kehilangan yang tak tampak, ukur berat sesuai
indikasi.
R/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan
pengganti.
5. Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian cairan infus.
R/ untuk pemenuhan kebutuhan cairan tambahan dan menurunkan resiko
dehidrasi.
V. Ansietas atau ketakutan berhubungan dengan penyakit yang dideritanya.
Tujuan : Klien tidak mengalami kecemasan setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Sasaran : - Klien tampak tenang
- Klien tidak cemas lagi
Rencana tindakan
1. Libatkan dalam program pengembangan pribadi, lebih disukai dalam
susunan kelompok. Berikan informasi tentang penerapan yang tepat dalam
berpakaian.
R/ Belajar metode peningkatan diri dapat meningkatkan harga diri. Umpan
balik dari orang lain meningkatkanharga diri.
2. Gunakan pendekatan psikotherapy interpersonal, daripada therapy
penafsiran.
R/ Interaksi di antara orang-orang membantu pasien untuk menemukan
perasaan dari dalam diri sendiri.
3. Kaji perasaan tak berdaya/ tidak ada harapan.
R/ Kurang kontrol umum/masalah dasar pasien ini dapat disertai dengan
gangguan emosi lebih serius
4. Waspadai ide bunuh diri
R/ cemas/panik terus menerus tentang peningkatan berat badan. Depresi,
perasaan tak berdaya dapat menimbulkan usaha bunuh diri.
5. Dorong pasien untuk mengekspresikan marah dan mengakui bila
dinyatakan.
R/ Peting untuk mengetahui bahwa marah adalah bagian diri dan padat
diterima.
VI. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekpansi paru.
Tujuan : pola nafas pasien teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
Sasaran : - Pasien tidak sesak
- TTV dalam batas normal
Rencana Tindakan
1. Awasi kecepatan/ kedalam pernafasan. Ausklutasi bunyi nafas, selidiki
adanya sianosis
R/ pernafasan mengorok atau pengaruh anestesi menurunkan ventilasi.
Potensial atelektasis dapat mengakibatkan hipoksia.
2. Tinggikan kepala tempat tidur 30 derajat
R/ mendorong pengembangan diafragma/ ekspansi paru optimal dan
meminimalkan tekanan isi abdomen pada rongga torak
3. Observasi TTV.
R/ Mengetahui perkembangan klien
4. Kaji penumpukan sekret.
R/ Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya.
5. Kolaborasi dengan tim medis untuk pembersihan sekret.
R/ Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan sekret .
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall – Moyet. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
EGC. Jakarta.
Doenges, Marilyn E, et all. 1993. Nursing Care Plans : Guidelines for
Planning and
Documenting Patient Care, Edition 3, F.A. Davis Company, Philadelphia.
Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Alih Bahasa: Yayasan
Ikatan
Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran Bandung, Edisi 1, Yayasan IAPK
Pajajaran, Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar