BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat
ini Congestive Hearth Failure (CHF) atau yang biasa disebut gagal
jantung kongestif merupakan satu-satunya penyakit kardiovaskuler yang terus
meningkat insiden dan prevalensinya. Risiko kematian akibat gagal jantung
berkisar antara 5-10% pertahun pada gagal jantung ringan yang akan meningkat
menjadi 30-40% pada gagal jantung berat. Selain itu, gagal jantung merupakan
penyakit yang paling sering memerlukan perawatan ulang di rumah sakit
(readmission) meskipun pengobatan rawat jalan telah diberikan secara optimal
(R. Miftah Suryadipraja).
CHF
adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh (Ebbersole,
Hess, 1998). Risiko CHF akan meningkat pada orang lanjut usia(lansia) karena
penurunan fungsi ventrikel akibat penuaan. CHF ini dapat menjadi kronik apabila
disertai dengan penyakit-penyakit seperti: hipertensi, penyakit katub jantung,
kardiomiopati, dan lain-lain. CHF juga dapat menjadi kondisi akut dan
berkembang secara tiba-tiba pada miokard infark.
CHF
merupakan penyebab tersering lansia dirawat di rumah sakit (Miller,1997).
Sekitar 3000 penduduk Amerika menderita CHF. Pada umumnya CHF diderita lansia
yang berusia 50 tahun, Insiden ini akan terus bertambah setiap tahun pada
lansia berusia di atas 50 tahun (Aronow et al,1998). Menurut penelitian,
sebagian besar lansia yang dididiagnosis CHF tidak dapat hidup lebih dari 5
tahun (Ebbersole, Hess,1998).
Dalam
makalah ini membahas CHF pada lansia disertai penanganan dan asuhan Keperawatan
pada pasien lanjut usia dengan CHF.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa mampu
menjelaskan tentang penyakit CHF
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian
CHF
b. Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab
CHF
c. Mahasiswa mampu
menjelaskan tanda dan gejala CHF
d. Mahasiswa mampu
menjelaskan patofisiologi CHF
e. Mahasiswa mampu
menjelaskan masifestasi klinis CHF
f. Mahasiswa mampu
menjelaskan pemeriksaan penunjang pada CHF
g. Mahasiswa mampu
menjelaskan penatalaksanaan pasien dengan CHF
h.
Mahasiswa mampu melakukan asuhan keperawatan gawat darurat pada pasien dengan
CHF
Congestive Heart Failure (CHF)
A. Definisi
Congestive Heart
Failure (CHF) atau gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh (Ebbersole, Hess,1998).
Klasifikasi
1. Gagal jantung akut -kronik
a. Gagal jantung akut terjadinya
secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan kardiak output dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan. Ini dapat mengakibatkan edema paru dan kolaps pembuluh darah.
b. Gagal jantung kronik
terjadinya secar perkahan ditandai dengan penyakit jantung iskemik, penyakit
paru kronis. Pada gagal jantung kronik terjadi retensi air dan sodium pada
ventrikel sehingga menyebabkan hipervolemia, akibatnya ventrikel dilatasi dan
hipertrofi.
2. Gagal Jantung Kanan- Kiri
a. Gagal jantung kiri terjadi
karena ventrikel gagal untuk memompa darah secara adekuat sehingga menyebabkan
kongesti pulmonal, hipertensi dan kelainan pada katub aorta/mitral
b. Gagal jantung kanan,
disebabkan peningkatan tekanan pulmo akibat gagal jantung kiri yang berlangsung
cukup lama sehingga cairan yang terbendung akan berakumulasi secara sistemik di
kaki, asites, hepatomegali, efusi pleura, dll.
3. Gagal Jantung
Sistolik-Diastolik
a. Sistolik terjadi karena
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri sehingga ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah akibatnya kardiak output menurun dan ventrikel hipertrofi
b. Diastolik karena
ketidakmampuan ventrikel dalam pengisian darah akibatnya stroke volume cardiac
output turun.
B. Etiologi
Penyebab gagal jantung
kongestif yaitu:
1. Kelainan otot jantung
2. Aterosklerosis koroner
3. Hipertensi sistemik atau
pulmonal
4. Peradangan dan penyakit
miokardium
5. Penyakit jantung lain seperti
stenosis katup semilunar, tamponade perikardium, perikarditis konstruktif,
stenosis katup AV
6. Faktor sistemik seperti demam,
tirotoksikosis, hipoksia, anemia.
C. Patofisiologi
Kelainan
fungi otot jantung disebabkan karena aterosklerosis koroner, hipertensi
arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner
mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot
jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik
atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada
gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut
(hipertrofi miokard) dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas,
hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat berfungsi secara normal, dan akhirnya
akan terjadi gagal jantung.
Peradangan
dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal jantung karena
kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas
menurun.
Ventrikel
kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal ventrikel kiri
paling sering mendahului gagal ventriel kanan. Gagal ventrikel kiri murni
sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau
sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan
perfusi jaringan.
Gagal
jantung kiri
Kongesti
paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak mampu
memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru
menyebabkan cairan terdorong ke jaringan paru. Dispnu dapat terjadi akibat
penimbunan cairan dalam alveoli yang mengganggu pertukaran gas. Mudah lelah
dapat terjadi akibat curah jantung yang kurang menghambat jaringan dari
sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa hasil
katabolisme, juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk
bernapas dan insomnia yang terjadi akibat distress pernapasan dan batuk.
Gagal
jantung kanan
Bila
ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viscera dan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasikan semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. Manifestasi klinis yang tampak
dapat meliputi edema ekstremitas bawah, peningkatan berat badan, hepatomegali,
distensi vena leher, asites, anoreksia, mual dan nokturia.
D. Tanda dan Gejala
1. CHF Kronik
Meliputi: anoreksia, nokturia,
edema perifer, hiperpigmentasi ekstremitas bawah, kelemahan,
heaptomegali,ascites, dyspnea, intoleransi aktivitas barat, kulit kehitaman.
2. CHF Akut
Meliputi: ansietas,
peningkatan berat badan, restletness, nafas pendek, bunyi krekels, fatigue, takikardi,
penurunan resistensi vaskuler, distensi vena jugularis, dyspnea, orthopnea,
batuk, batuk darah, wheezing bronchial, sianosis, denyut nadi lemah dan tidak
teraba, penurunan urin noutput, delirium, sakit kepala.
E. Komplikasi
1. Trombosis vena dalam, karena
pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok Kardiogenik, akibat
disfungsi nyata
3. Toksisitas digitalis akibat
pemakaian obat-obatan digitalis.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG; mengetahui hipertrofi
atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus
takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi
pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan
pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau
perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan
penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan
abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan
dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri
koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah
karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi
Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri
ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan
tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila
terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin
fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
G. Penatalaksanaan
1. Non Farmakologis
a. CHF Kronik
· Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
· Diet pembatasan natrium (<>
· Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena
efek prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
· Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
· Olah raga secara teratur
b. CHF Akut
· Oksigenasi (ventilasi mekanik)
· Pembatasan cairan (<>
2. Farmakologis
Tujuan: untuk
mengurangi afterload dan preload
a. First line drugs; diuretic
Tujuan: mengurangi
afterload pada disfungsi sistolik dan mengurangi kongesti pulmonal pada
disfungsi diastolic.
Obatnya adalah:
thiazide diuretics untuk CHF sedang, loop diuretic, metolazon (kombinasi dari
loop diuretic untuk meningkatkan pengeluaran cairan), Kalium-Sparing diuretic
b. Second Line drugs; ACE
inhibitor
Tujuan; membantu meningkatkan
COP dan menurunkan kerja jantung.Obatnya adalah:
· Digoxin; meningkatkan kontraktilitas. Obat ini tidak digunakan
untuk kegagalan diastolic yang mana dibutuhkan pengembangan ventrikel untuk
relaksasi
· Hidralazin; menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.
· Isobarbide dinitrat; mengurangi preload dan afterload untuk
disfungsi sistolik, hindari vasodilator pada disfungsi sistolik.
· Calsium Channel Blocker; untuk kegagalan diastolic, meningkatkan
relaksasi dan pengisian dan pengisian ventrikel (jangan dipakai pada CHF
kronik).
· Beta Blocker; sering dikontraindikasikan karena menekan respon
miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk mengurangi HR, mencegah
iskemi miocard, menurunkan TD, hipertrofi ventrikel kiri.
3. Pendidikan Kesehatan
a. Informasikan pada klien,
keluarga dan pemberi perawatan tentang penyakit dan penanganannya.
b. Informasi difokuskan pada:
monitoring BB setiap hari dan intake natrium.
c. Diet yang sesuai untuk lansia
CHF: pemberian makanan tambahan yang banyak mengandung kalium seperti; pisang,
jeruk, dll.
d. Teknik konservasi energi dan
latihan aktivitas yang dapat ditoleransi dengan bantuan terapis.
H. Pengkajian primer
1. Airway: penilaian akan
kepatenan jalan napas, meliputi pemeriksaan mengenai adanya obstruksi jalan
napas, adanya benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat dianggap jalan
napas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara napas tambahan seperti
snoring.
2. Breathing: frekuensi napas,
apakah ada penggunaan otot bantu pernapasan, retraksi dinding dada, adanya
sesak napas. Palpasi pengembangan paru, auskultasi suara napas, kaji adanya
suara napas tambahan seperti ronchi, wheezing, dan kaji adanya trauma pada
dada.
3. Circulation: dilakukan
pengkajian tentang volume darah dan cardiac output serta adanya perdarahan.
Pengkajian juga meliputi status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4. Disability: nilai tingkat
kesadaran, serta ukuran dan reaksi pupil.
I. Pengkajian sekunder
Pengkajian sekunder
meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format
AMPLE (alergi, medikasi, past illness, last meal, dan environment). Pemeriksaan
fisik dimulai dari kepala hingga kaki dan dapat pula ditambahkan pemeriksaan
diagnostik yang lebih spesifik seperti foto thoraks, dll.
J. Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul
1. Inefektif bersihan jalan napas
b.d penurunan reflek batuk
2. Kerusakan pertukaran gas b.d.
perubahan membran kapiler-alveolar
3. Penurunan curah jantung b.d.
perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
4. Kelebihan volume cairan b.d.
meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
K. Intervensi keperawatan
1. Diagnosa: Inefektif bersihan
jalan napas b.d penurunan reflek batuk
Tujuan: setelah
dilakuakn tindakan keprawatan, pasien menunjukkan jalan napas paten
Kriteria hasil:
- tidak ada suara snoring
- tidak terjadi aspirasi
- tidak sesak napas
Intervensi:
- kaji kepatenan jalan napas
- evaluasi gerakan dada
- auskultasi bunyi napas
bilateral, catat adanya ronki
- catat adanya dispnu,
- lakukan pengisapan lendir
secara berkala
- berikan fisioterapi dada
- berikan obat bronkodilator
dengan aerosol.
2. Diagnosa: Kerusakan pertukaran
gas b.d. perubahan membran kapiler-alveolar
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan kerpawatan, pasien dapat menunjukkan oksigenasi dan
ventilasi adekuat
Kriteria
hasil:
- GDA dalan rentang normal
- Tidak ada sesak napas
- Tidak ada tanda sianosis atau
pucat
Intervensi:
- auskultasi bunyi napas, catat
adanya krekels, mengi
- berikan perubahan posisi
sesering mungkin
- pertahankan posisi duduk
semifowler
3. Diagnosa: Penurunan curah
jantung b.d. perubahan kontraktilitas miokardial/ perubahan inotropik.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan, pasien menunjukkan tanda peningkatan curah
jantung adekuat.
Kriteria hasil:
- frekuensi jantung meningkat
- status hemodinamik stabil
- haluaran urin adekuat
- tidak terjadi dispnu
- tingkat kesadaran meningkat
- akral hangat
Intervensi:
- auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi, irama jantung
- catat bunyi jantung
- palpasi nadi perifer
- pantau status hemodinamik
- kaji adanya pucat dan sianosis
- pantau intake dan output cairan
- pantau tingkat kesadaran
- berikan oksigen tambahan
- berikan obat diuretik, vasodilator.
- Pantau pemeriksaan laboratorium.
4. Diagnosa: Kelebihan volume
cairan b.d. meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air.
Tujuan: setelah
dilakukan tindakan keperawatan pasien mendemonstrasikan volume cairan seimbang
Kriteria hasil:
- masukan dan haluaran cairan dalam batas seimbang
- bunyi napas bersih
- status hemodinamik dalam batas normal
- berat badan stabil
- tidak ada edema
Intervensi:
- pantau / hitung haluaran dan masukan cairan setiap
hari
- kaji adanya distensi vena jugularis
- ubah posisi
- auskultasi bunyi napas, cata adanya krekels, mengi
- pantau status hemodinamik
- berikan obat diuretik sesuai indikasi
BAB IV
PENUTUP
Chronik
Heart Failure (CHF) atau gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah ke seluruh jaringan. Penyebab CHF pada lansia
adalah peningkatan kolagen miokard akibat proses penuaan. Gagal jantung
diklasifikasikan menjadi gagal jantung kronik dan akut, gagal jantung kiri dan
kanan, gagal jantung sistolik-diastolik. Manifestasi klinis dari gagal jantung
dikelompokkan menjadi gagal jantung akut dan kronik yang meliputi:anoreksia,
asites. Nokturia, intoleransi aktivitas peningkatan BB, fatigue, takikardi,
penurunan urin output, dan lain-lain.
Komplikasi
yang disebabkan oleh CHF diantaranya adalah trombosis vena dalam, toksisitas
digitalis dan syok kardiogenik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
pasien CHF adalah Rontgen dada, ECG, EKG, dan lain-lain. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat dan dokter meliputi:
manajemen farmakologis, non farmakologis dan pendidikan kesehatan.
Masalah-masalah
Keperawatan yang biasanya muncul pada pasien CHF meliputi: penurunan curah
jantung, kelebihan volume cairan, intoleransi aktivitas, cemas, risiko
kerusakan pertukaran gas, dan lain-lain.
Sebagai
perawat professional hendaknya mampu melakukan asuhan Keperawatan baik secara
mandiri maupun kolaborasi dengan petugas kesehatan lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar