A.
PENGERTIAN
q
BPH adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang
kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai
bedah. (R. Sjamsuhidayat, 1997)
q
Prostat Hiperplasia adalah pembesaran glandula dan jaringan
seluler kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan
dengan proses penuaan. Kelenjar prostat
mengitari leher kandung kemih dan urethra, sehingga hipertropi prostat sering
menghalangi pengosongan kandung kemih. (Susan Martin Tucker, 1998)
B.
ETIOLOGI
Hingga
sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadiya
hiperplasiprostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasi
prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dehidrotestosteron (DHT) dan
proses aging.
Beberapa
teori yang menjelaskan tejadinya hiperplasia pada kelenjar periurethral, yaitu
:
q
Teori Sel Stem
(Isaac, 1984, 1987)
Berdasarkan
teori ini pada keadaan normal kelenjaar periurethral dalam keseimbangan antara
yang tumbuh dengan yang mati (steadystate). Sel baru biasanya tumbuh dari sel
stem. Oleh karena sesuatu sebab seperti
faktor usia, gangguan keseimbangan hormonal atau faktor pencetus yang lain maka
sel stem tersebut akan dapat berproliferasi lebih cepat sehingga terjadi
hiperplasia kelenjar periurethral.
q
Teori Rewakening
dari jaaringan kembali seperti perkembangan seperti pada masa tingkat
embrionik, sehingga jaringan periurethral dapat tumbuh lebih cepat dari
jaringan sekitarnya.
q
Teori yang
mengatakan bahwa hiperplasia disebabkan oleh karena terjadinya usia akan
terjadi perubahan keseimbangan testoteron dan estrogen. Dengan bertambahnya usia akan terjadi
perubahan keseimbangan testoteron dan estrogen, karena produksi testoteron
menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa
di perifer. Perubahan konsentraasi
relatif testoteron dan estrogen akan menyebabkan produksi dan potensiasi faktor
pertumbuhan lain yang dapat menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
(B. purnomo,2000)
C.
GAMBARAN KLINIK
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah :
- Obstruksi :
·
Hesistensi (harus menunggu lama bila mau miksi)
·
Pancaran miksi lemah
·
Intermitten (miksi terputus)
·
Miksi tidak puas
·
Distensi abdomen
·
Volume urin menurun dan harus mengejan saat berkemih
- Iritasi : frekuensi
sering, nokturia, disuria
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang,
demam (infeksi), hidronefrosis
c. Gejala di luar saluran kemih :
Keluhan
pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit hipertropi prostat.
Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan penigkatan tekanan intra abdominal.
(B. Purnomo, 2000)
Secara
klinik derajat berat, dibagi menjadi 4 gradasi, yaitu :
Derajat 1 :Apabila ditemukan keluhan protatismus, pada DRE (colok dubur)
ditemukan penonjolan prostat dan sisa urin kurang daari 50 ml.
Derajat 2 :Ditemukan tanda dan gejala seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, bataas ataas masih
teraba dan sisa urin lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
Derajat 3 :Seperti derajat 2, hanya batas atas prostat tidak teraba lagi
dan sisa urine lebih dari 100 ml.
Derajat 4 :Apabila
sudah terjadi retensi total
(R. Sjamsuhidayat, 1997)
D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a.
Urinalisis : warna
kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan keruh, pH : 7 atau lebih
besar, bakteria.
b.
Kultur urin: adanya staphylokokus aureus. Proteus,
klebsiella, pseudomonas, e. coli.
c.
BUN/kreatin :
meningkat
d.
IVP : menunjukkan pelambatan pengosongan kandung
kemih dan adanya pembesaran prostat, penebalan abnormal otot kandung kemih.
e.
Sistogram : mengukur
tekanan darah dan volume dalam kandung kemih
f.
Sistouretrografi berkemih: Sebagai ganti IVP untuk
memvisualisasi kandung kemih dan uretra dengan menggunakan bahan kontras lokal
g.
Sistouretroscopy : Untuk menggambarkan derajat pembesaran
prostat dan dikandung kemih
h.
Transrectal ultrasonografi : mengetahui pembesaran prostat
, mengukur sisa urin dan keadaan patologi
seperti tumor atau batu.
(R. Sjamsuhidayat, 1997 dan B. Purnomo, 2000)
E. PENATALAKSANAAN
a. MEDIKAMENTOSA
Penderita
derajat satu biasanya diberikan pengobatan konservatif misalnya dengan pemberian
penghambat adrenoreseptor alfa seperti : alfarosin, prazosin dan terazosin.
Keuntungannya adalah efek positif pada
keluhan pasien tetapi tidak mempengaruhi proses hiperplasia prostat sedikitpun.
Mengurangi
volume prostat dengan cara menurunkan kadar hormon testoteron/dehidrotestoteron
(DHT) yaitu dengan finasteride penghambat 5 alfa reduktase yang mencegah
perubahan testoteron menjadi dehidrotestoteron sehingga kadar zat aktif
dehidrostestoteron menyebabkan mengecilnya ukuran prostat.
b. PEMBEDAHAN
1. Derajat dua
merupakan indikasi pembedahan biasanya dianjurkan dengan reseksi endoskopis
melalui uretra (trans urethral resection = TUR).
2. Derajat tiga,
bila prostat diperkirakan sudah cukup besar dilakukan pembedahan
terbuka melalui transvesikal, retropubik atau perianal. Pada pembedahan yang
melalui kandung kemih dibuat sayatan ,kemudian prostat dienukleasi dari dalam
simpainya.
3. Pengobatan infansif minimal dengan
a. Uretral microwave
thermotherapy (TUMT) yaitu pemanasan
prostat dengan gelombang micro.
b. Cahaya laser (TULIP = trans uretral ultrasonound guided laser induced
prostatectomy)
c. TUBD = trans uretral
ballon dillatation yaitu uretra didaerah prostat dilatasi dengan memakai balon
yang dikembangkan di dalamnya,
F.
KOMPLIKASI
Yang berkaitan
dengan prostatektomi yaitu
a.
Hemoragi dan syok
b.
Pembentukan bekuan /trombosis
c.
Obstruksi kateter
d.
Disfungsi seksual
PATHWAYS Perubahan usia (usia lanjut)
Ketidakseimbangan
produksi estrogen dan progesteron
![]() |
![]() |
Kadar testoteron menurun
kadar estrogen meningkat
![]() |
|||
![]() |
|||
Diit kompleks hiperplasia sel
stroma pada jaringan prostat
![]() |
![]() |
||


![]() |
BPH
![]() |


Kompensasi
otot detrusor dekompensasi
otot detrusor
![]() |
![]() |
||




![]() |
![]() |
Nyeri suprapubik kontraksi
otot aliran
urin ke ginjal





|
|
![]() |
|||
![]() |
|||
pyelonefritis
![]() |
![]() |








![]() |
![]() |
||

Penggunaan alat invansif peregangan perdarahan resiko
disfungsi sex
![]() |
![]() |
||

Resiko infeksi
Spasmus
otot VU
![]() |

Resiko syok hipovolemik
Nyeri
![]() |
(Long C, Barbara; R.
Sjamsuhidayat, Brunner dan suddart)
DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNCUL
- BPH PRAOPERASI
- Retensi urin b.d pembesaran prostat
Tujuan
: tidak terjadi retensi urin
Kriteria
hasil:
a.
Berkemih dengan adekuat tanpa bukti distensi kandung
kemih
b.
Jumlah volume residu urin kurang dari 75-100 ml
Intervensi:
·
Kaji masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
·
Kaji kekuatan aliran urin, frekuensi, waktu yang
dibutuhkan untuk memulai aliran, gunakan pola berkemih tiap hari
·
Anjurkan pasien untuk berkemih setiap 2-4 jam
dan mematuhi rangsangan untuk berkemih
·
Waspada pada pemberian obat-obatan yang dapat
menyebabkan retensi urin
·
Diet ketat terhadap alkohol, kopi, teh dan cola
·
Pasang kateter pasien setekah setiap berkemih
sesuai instruksi untuk menentukan juklah residu urin, laporkan bila lebih dari
100 ml
·
Gunakan pengukuran berkemih
·
Pantau BUN dan kreatinin serum
- Nyeri b.d spasme otot spincter, iritasi mukosa, distensi kandung kemih
Tujuan
: Nyeri berkurang/hilang
Kriteria
hasil:
a.
Melaporkan menurunnya nyeri
b.
Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
·
Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor
pencetus dan penghilang nyeri
·
Berikan tindakan kenyamanan nonfarmakologis,
bantu pasoen pada posisi nyaman, berikan rendam duduk dan pencucian perineal
hangat, ajarkan tehnik relaksasi dan bimbingan imajinasi dan atau berikan
aktivitas hiburan
·
Pantau dan dokumentasikan hilangnya nyeri dan
efek samping yang tidak didinginkan
·
Beritahu dokter bila nyeri tidak berkurang atau
meningkat
- Potensial infeksi b.d penggunaan kateter dan atau retensi urin
Tujuan
: tidak terjadi infeksi
Kriteria
hasil:
a.
suhu dalam rentang normal
b.
Urin jernih, warna kuning, tanpa bau
c.
Tidak terjadi distensi kandung kemih
Intervensi:
·
Periksa suhu tiap 4 jam dan laporkan jika diatas
38,5 derajat C
·
Tuliskan karakter urin; laporkan bila keruh dan
bau busuk
·
Bila ada kateter uretral, pertahankan sistem
drainase gravitasi tertutup
·
Gunakan tehnik steril untuk kateterisasi
intermiten selama perawatan di rumah sakit
·
Pantau abdomen/kandung kemih terhadap distensi
·
Pantau dan laporkan tanda dan gejala ISK
·
Gunakan tehnik cuci tangan yang baik, ajarkan
dan anjurkan pasien untuk melakukan yang sama
B. POST OPERASI
1. Nyeri
b.d insisi bedah, spasme kandung kemih dan distensi urin
Tujuan : nyeri berkurang/ hilang
Kriteria hasil:
a.
Melaporkan penurunan nyeri
b.
Ekspresi wajah dan posisi tubuh terlihat relaks
Intervensi:
·
Kaji sifat, intensitas, lokasi, lama dan faktor
pencetus dan penghilang nyeri
·
Kaji tanda nonverbal nyeri ( gelisah, kening
berkerut, mengatupkan rahang, peningkatan TD)
·
Berikan pilihan tindakan rasa nyaman
Bantu pasien mendapatkan posisi yang nyaman
Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu bimbingan
imajinasi
·
Dokumentasikan dan observasi efek dari obat yang
diinginkan dan efek sampingnya
·
Secara intermiten irigasi kateter
uretra/suprapubis sesuaiadvis, gunakan salin normal steril dan spuit steril
Masukkan cairan perlahan-lahan, jangan terlalu kuat.
Lanjutkan irigasi sampai urin jernih tidak ada bekuan.
·
Jika tindakan gagal untuk mengurangi nyeri,
konsultasikan dengan dokter untuk penggantian dosis atau interval obat.
- Perubahan pola eliminasi perkemihan b.d reseksi pembedahan dan irigasi kandung kemih
Kriteria hasil:
a. kateter
tetap paten pada tempatnya
b.Bekuan irigasi keluar dari dinding
kandung kemih dan tidak menyumbat aliran darah melalui kateter
c. Irigasi
dikembalikan melalui aliran keluar tanpa retensi
d.
Haluaran urin melebihi 30 ml/jam
e. Berkemih
tanpa aliran berlebihan atau bila retensi dihilangkan
Intervensi:
·
Kaji uretra dan atau kateter suprapubis terhadap
kepaatenan
·
Kaji warna, karakter dan aliran urin serta
adanya bekuan melalui kateter tiap 2 jam
·
Catat jumlah irigan dan haluaran urin, kurangi
irigan dengan haluaran , laporkan retensi dan haluaran urin <30 ml/jam
·
Beritahu dokter jika terjadi sumbatan komplet
pada kateter untuk menghilangkan bekuan
·
Pertahankan irigasi kandung kemih kontinu sesuai
instruksi
·
Gunakan salin normal steril untuk irigasi
·
Pertahankan tehnik steril
·
Masukkan larutan irigasi melalui lubang yang
terkecil dari kateter
·
Atur aliran larutan pada 40-60 tetes/menit atau
untuk mempertahankan urin jernih
·
Kaji dengan sering lubang aliran terhadap
kepatenan
·
Berikan 2000-2500 ml cairan oral/hari kecuali
dikontraindikasikan
- Resiko terhadap infeksi b.d adanya kateter di kandung kemih dan insisi bedah
Tujuan: tidak
terjadi infeksi
Hasil yang
diharapkan:
a. Suhu
tubuh pasien dalam batas normal
b.Insisi bedah kering, tidak terjadi
infeksi
c. Berkemih
dengan urin jernih tanpa kesulitan
Intervensi:
·
Periksa suhu setiap 4 jam dan laporkan
jikadiatas 38,5 derajat C
·
Perhatikan karakter urin, laporkan bila keruh
dan bau busuk
·
Kaji luka insisi adanya nyeri, kemerahan,
bengkak, adanya kebocoran urin, tiap 4 jam sekali
·
Ganti balutan dengan menggunakan tehnik steril
·
Pertahankan sistem drainase gravitas tertutup
·
Pantau dan laporkan tanda dan gejala infeksi
saluran perkemihan
·
Pantau dan laporkan jika terjadi kemerahan,
bengkak, nyeri atau adanya kebocoran di sekitar kateter suprapubis.
- Resiko kelebihan cairan b.d absorbsi cairan irigasi (TURP)
Tujuan : terjadi
keseimbangan cairan
Kriteria hasil:
a. Masukan
dan haluaran ( dikurangi irigan)
seimbang
b.Irigasi keluar secara total
Intervensi:
·
Pantau dan laporkan tanda dan gejala delusi
hiponatremia(rendahnya natrium serum, perubahan status mental, bingung,
gelisah, kejang otot, mual, muntah , peningkatan TD)
·
Pantau masukan dan haluaran tiap 4-8 jam
·
Dengan cermat hitung irigan yang dimasukkan dan
jumlah yang kembali/keluar; laporkan penurunan aliran keluar
·
Hentikan irigasi saat tanda pertama kelebihan
cairan terjadi, beritahu dokter
·
Gunakan spuit untuk mengirigasi kateteruntuk
menghilangkan bekuan
- Resiko syok hipovolemik b.d kehilangan darah berlebihan
Tujuan : tidak
terjadi syok
Kriteria hasil;
a.
TTV stabil
b.
Insisi menunjukkan tak ada tanda kemerahan, bengkak
atau peningkatan suhu
c.
Drainase kateter tetap berwarna merah muda selama 48
jam kemudian bening, kekuningan
d.
Urin berwarna jernih, kuning
e.
Kulit hangat dan kering
Intervensi:
·
Pantau dan laporkan tanda dan gejala hemoragi (
hipotensi, takikardi, dispnea, dingin, kuit lembab, hematuria)
·
Pantau balutan pada abdomen/suprapubis setiap 2
jam trhadap perdarahan
·
Pantau uretra dan kateter suprapubik setiap 2
jam terhadap perdarahan yang berlebihan
·
Laporkan perdarahan yang berlebihan dan
/hematuria nyata pada dokter
·
Pertahankan traksi pada kateter bila
diprogramkan biasanya 4-8 jam pasca operasi.
·
Pantau Hb, dan Ht
- Disfungsi seksual b.d impotensi (prostatektomi radikal )dan atau perubahan pola seksual b.d ejakulasi retrograd (bedah suprapubis)
Kriteria hasil:
a. Pasien
mendiskusikan perasaan tentang seksualitas dengan orang dekat
Intervensi:
·
Berikan kesempatan untuk diskusi tentang
seksualitas antara pasien dengan orang dekat
·
Beri informasi tentang harapan kembalinya fungsi
seksualitas
Impotensi
terjadi pada prosedur radikal.
Ejakulasi
retrograd terjadi pada pendekatan suprapubis
Fungsi
seksualitas dapat diperbaiki dalam 6-8 minggu amun pasien tetap infertil
·
Berikan informasi tentang konseling seksual
·
Berikan penenangan bahwa jika luka insisiluka
bedah sembuh , kontrol perkemihan yang baik akan pulih kembali
(M. Tucker,
Martin;1998)
DAFTAR PUSTAKA
1.
R. Sjamsuhidayat, Wim de Jong, Buku
Ajar Ilmu Bedah, Penerbit Kedokteran, EGC, Jakarta, 1997
2.
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Volume 3, Bandung, Yayasan IAPK
pajajaran, 1996
3.
B. purnomo, Dasar-Dasar Urologi, Jakarta, CV Infomedia, 2000
4.
M. Tucker, Martin, Standart Perawatan Pasien : Proses keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V, Volume 3, Jakarta,
EGC,1998
5.
Susanne, C Smelzer, Keperawatan Medikal Bedah (Brunner &Suddart) , Edisi VIII,
Volume 2, Jakarta,
EGC, 2002
Tidak ada komentar:
Posting Komentar